Ancaman Tarif dan Pergerakan Dolar: Prospek Pasar Asia

Ancaman Tarif dan Pergerakan Dolar: Prospek Pasar Asia

Pasar global mengawali pekan ini dengan sorotan utama tertuju pada pergerakan dolar AS, khususnya terhadap mata uang negara berkembang. Peringatan Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, akhir pekan lalu terhadap negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) telah meningkatkan ketidakpastian. Melalui media sosial, Trump menuntut negara-negara BRICS untuk tidak menciptakan mata uang baru atau mendukung mata uang lain yang akan menggantikan dolar AS, atau menghadapi tarif impor sebesar 100%. Pernyataan ini menambah volatilitas di pasar mata uang global, menyusul ancaman tarif tinggi terhadap China, Meksiko, dan Kanada yang dilontarkan Trump pekan lalu. Negara-negara tersebut merupakan mitra dagang utama AS dengan defisit perdagangan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, pergerakan dolar AS pada hari Senin menjadi hal yang patut diperhatikan.

Dolar AS dan Dinamika Pasar

Minggu lalu, dolar AS mengakhiri delapan minggu kenaikan beruntun dengan penurunan mingguan tertajam sejak pertengahan Agustus. Hal ini disebabkan oleh melemahnya ekspektasi penurunan suku bunga AS dan turunnya imbal hasil Treasury. Namun, penurunan dolar AS sebagian besar disebabkan oleh pelemahannya terhadap euro dan yen. Terhadap mata uang G10 lainnya, termasuk dolar Kanada, dan khususnya mata uang negara berkembang dan Asia, dolar AS menunjukkan kinerja yang lebih kuat.

Sentimen terhadap pasar negara berkembang di awal bulan terakhir tahun ini masih cenderung negatif. Aliran keluar dana dari obligasi negara berkembang masih tinggi. Analis di Barclays mencatat bahwa dana obligasi negara berkembang dalam mata uang keras mengalami aliran keluar terbesar kedua tahun ini pada minggu lalu.

Sinyal Positif dari China?

Namun, ada beberapa tanda yang lebih menggembirakan dari China. Sejumlah langkah stimulus dan dukungan pemerintah di bulan-bulan terakhir tampaknya mulai membuahkan hasil. Survei swasta menunjukkan kenaikan harga rumah baru di China sebesar 2,40% year-on-year pada November, meningkat dari 2,08% pada Oktober. Data Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur resmi China pada hari Sabtu menunjukkan ekspansi aktivitas pabrik untuk bulan kedua berturut-turut pada November, dan merupakan laju tercepat dalam tujuh bulan terakhir.

Pertanyaan yang muncul adalah: apakah ada titik terang bagi ekonomi domestik China? Dengan meningkatnya ancaman perdagangan dari Trump menjelang pelantikannya bulan depan, para pembuat kebijakan di Beijing dan investor yang optimis terhadap China tentu berharap demikian.

Agenda Ekonomi Asia dan Data Penting

Kalender ekonomi Asia pada hari Senin akan diisi dengan rilis sejumlah laporan PMI manufaktur, termasuk data PMI manufaktur Caixin China (versi tidak resmi) untuk November. Data ini akan menjadi indikator penting untuk menguatkan sinyal positif dari angka resmi akhir pekan lalu. Para ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan angka PMI Caixin sebesar 50,5, naik dari 50,3 pada Oktober, yang akan menandai laju ekspansi tercepat sejak Juni.

Selain itu, beberapa data ekonomi penting lainnya akan dirilis, meliputi data penjualan ritel Australia dan angka inflasi Indonesia. Menurut jajak pendapat Reuters, harga konsumen di Indonesia naik sebesar 1,50% year-on-year pada November, menurun dari 1,71% pada bulan sebelumnya. Ini akan menjadi laju inflasi tahunan terendah sejak Juni 2021.

Perkembangan Penting yang Perlu Diperhatikan:

  • PMI Manufaktur Caixin China (November): Data ini akan memberikan gambaran lebih rinci tentang kondisi sektor manufaktur China.
  • Penjualan Ritel Australia (November): Data ini akan menunjukkan kinerja sektor ritel Australia.
  • Inflasi Indonesia (November): Angka inflasi ini akan memberikan indikasi tentang tekanan harga di Indonesia.

Kesimpulannya, pasar Asia akan mengawali pekan ini dengan penuh ketidakpastian, dipengaruhi oleh ancaman tarif AS dan pergerakan dolar AS. Data ekonomi makro dari berbagai negara di Asia akan menjadi faktor kunci yang menentukan arah pasar dalam beberapa hari mendatang. Perhatian akan tertuju pada bagaimana pasar merespon ancaman proteksionisme AS dan bagaimana kinerja ekonomi China yang mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.