Asia: Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Global dan Dampaknya pada Beberapa Negara

Asia: Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Global dan Dampaknya pada Beberapa Negara

Singapura: Ekspor Non-Minyak Menunjukkan Tanda Pelemahan

Singapura akan merilis data ekspor domestik non-minyak bulan Maret. Data ini akan menjadi sorotan utama, karena mencerminkan potensi pelemahan perdagangan di tengah meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global. Data yang dijadwalkan rilis pada hari Kamis ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kesehatan ekonomi Singapura dan ketahanannya terhadap tekanan eksternal. Analisis mendalam terhadap angka ekspor akan memberikan petunjuk penting tentang dampak perang dagang dan ketidakpastian ekonomi global terhadap kinerja ekonomi Singapura. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global berpotensi mengurangi permintaan barang ekspor Singapura, sehingga berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi domestik. Oleh karena itu, rilis data ini sangat dinantikan oleh para investor dan analis ekonomi.

Korea Selatan: Bank of Korea Diperkirakan Mempertahankan Suku Bunga

Bank of Korea (BOK) secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya pada 2,75% pada hari Kamis. Meskipun sebagian kecil ekonom memperkirakan adanya potensi penurunan suku bunga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, mayoritas (20 dari 25 ekonom yang disurvei oleh The Wall Street Journal) memperkirakan tidak akan ada perubahan. Lima ekonom lainnya memprediksi penurunan sebesar 25 basis poin, menyusul pelonggaran kebijakan moneter pada bulan Februari. Meskipun tekanan untuk melonggarkan kebijakan moneter semakin meningkat, ketidakpastian terkait kebijakan perdagangan AS dan volatilitas nilai tukar asing mungkin akan membuat BOK untuk tetap menahan diri dalam mengambil langkah tersebut. Keputusan BOK akan berdampak signifikan terhadap pasar keuangan dan investasi di Korea Selatan, serta memengaruhi daya beli masyarakat dan laju pertumbuhan ekonomi. Pertimbangan yang cermat atas faktor-faktor internal dan eksternal akan menjadi kunci dalam menentukan kebijakan moneter BOK.

India: Inflasi dan Negosiasi Perdagangan dengan AS

Peristiwa ekonomi utama di India adalah rilis data inflasi, menyusul penurunan suku bunga oleh bank sentral baru-baru ini. Reserve Bank of India (RBI) mengutip penurunan inflasi sebagai alasan utama keputusan untuk menurunkan biaya pinjaman. Mereka mencatat bahwa harga pangan – yang secara historis menjadi sumber kekhawatiran – telah berkurang, sehingga meningkatkan kepercayaan para pembuat kebijakan bahwa inflasi akan selaras secara berkelanjutan dengan target mereka. Rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) pada hari Senin diperkirakan akan menunjukkan penurunan inflasi konsumen sedikit pada bulan Maret. Hal ini akan semakin memperkuat argumen untuk pelonggaran moneter lebih lanjut. Capital Economics memperkirakan inflasi utama akan berada di sekitar target RBI sebesar 4% selama tahun mendatang, meskipun ada risiko dari volatilitas harga pangan. Selain itu, pembaruan dari pembicaraan perdagangan India dengan AS juga akan menjadi sorotan. Meskipun situasi dapat berubah dengan cepat, India tampaknya berada di posisi yang relatif baik untuk mendapatkan keuntungan dari rezim tarif AS. Dengan China menjadi sasaran tarif hukuman, insentif bagi perusahaan untuk memindahkan rantai pasokan mereka menjadi lebih kuat, dan India memiliki posisi yang kuat mengingat pasokan tenaga kerja yang besar, biaya yang rendah, dan politik yang stabil. Data perdagangan yang akan dirilis pada minggu ini akan diawasi untuk melihat apakah defisit perdagangan India terus menyempit pada bulan Maret, setelah menyusut ke tingkat terendah dalam hampir tiga tahun pada bulan Februari. Perkembangan ini menunjukkan potensi peningkatan ekonomi India dalam perdagangan internasional.

Malaysia: Perlambatan Pertumbuhan PDB dan Data Perdagangan

Malaysia akan merilis perkiraan PDB awal untuk kuartal pertama pada hari Jumat. Pertumbuhan diperkirakan melambat menjadi 4,8% year-on-year dari 5% pada kuartal keempat tahun 2024, menurut perkiraan dari ANZ dan Citi, di tengah melemahnya konsumsi dan ekspor. Citi telah memangkas perkiraan PDB 2025 untuk Malaysia menjadi 4,3% dari 5% karena melemahnya ekspor elektronik dan risiko tarif. Data perdagangan untuk Maret, yang juga akan dirilis pada hari Jumat, diperkirakan akan menunjukkan peningkatan surplus yang moderat meskipun kemungkinan penurunan ekspor dan impor. Meskipun ekspor elektronik utama ke AS sementara dibebaskan dari tarif, analis memperingatkan risiko meluasnya dampak negatif. Kunjungan kenegaraan Presiden China Xi Jinping pada tanggal 15-17 April dapat membantu Malaysia menavigasi ketegangan AS-China, mengingat negara tersebut memegang kursi bergilir ASEAN tahun ini, menurut Hong Leong Investment Bank. Data ini akan memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kondisi ekonomi Malaysia dan prospek pertumbuhan ekonomi di masa depan. Perkembangan ini menunjukkan tantangan dan peluang yang dihadapi oleh Malaysia dalam konteks ekonomi global yang dinamis.