Dampak Perang Dagang AS-China terhadap Ekonomi India
Dampak Perang Dagang AS-China terhadap Ekonomi India
India, sebagai negara dengan dua mitra dagang terbesarnya, Amerika Serikat dan Tiongkok, berada di posisi yang rentan terhadap eskalasi perang dagang antara kedua negara tersebut. Meningkatnya impor baja murah dari Tiongkok menjadi indikator awal dampak yang mungkin terjadi pada sektor industri lainnya di India. Impor baja dari Tiongkok yang melonjak hingga 35,5% year-on-year selama tujuh bulan pertama tahun fiskal, mencapai angka 1,7 juta ton metrik, telah menekan harga baja domestik India. Situasi ini mengancam target pemerintah India untuk meningkatkan kapasitas produksi baja hingga dua pertiga pada akhir dekade ini.
Ancaman bagi Industri Baja India
Industri baja India, yang merupakan industri baja terbesar kedua di dunia, sangat terpukul oleh impor baja murah dari Tiongkok. Meskipun Kementerian Baja India telah meminta penerapan bea masuk pengaman (safeguard tariffs), pemerintah belum memberikan persetujuan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak lebih luas jika perang dagang AS-China semakin intensif. Penerapan tarif 25% oleh AS terhadap baja Tiongkok pada Mei lalu, memang mengurangi pengiriman baja Tiongkok ke AS, namun justru menyebabkan lonjakan impor ke India, terutama baja untuk konstruksi yang permintaannya tinggi. Kondisi ini diperparah oleh melemahnya permintaan domestik di Tiongkok, produsen baja terbesar dunia, yang diperkirakan akan semakin mengurangi permintaan dan meningkatkan ekspor di masa mendatang.
Dampak Potensial pada Sektor Industri Lainnya
Ancaman bagi India tidak hanya terbatas pada sektor baja. Jika perang dagang AS-China berlanjut, dampaknya dapat meluas ke sektor lain seperti mesin, elektronik, dan kimia, yang juga berpotensi terkena tarif tambahan dari AS terhadap produk Tiongkok. Akibatnya, India berpotensi menjadi tempat pembuangan surplus barang-barang Tiongkok. Laporan CRISIL Market Intelligence and Analytics pada 28 November menunjukkan bahwa impor India dari Tiongkok terus meningkat 10%, mencapai US$65,9 miliar pada periode April-Oktober, sehingga defisit perdagangan dengan Tiongkok mencapai US$57,8 miliar, meningkat dari US$51,1 miliar tahun sebelumnya. Aliran surplus barang Tiongkok yang dialihkan ke India akan semakin memperburuk keadaan.
Dilema Kebijakan dan Tekanan dari AS
Pemerintah India menghadapi dilema dalam menentukan kebijakan perdagangannya. Di satu sisi, India harus melindungi industri domestiknya dari dampak negatif impor murah dari Tiongkok. Di sisi lain, India juga berisiko menghadapi tekanan dari AS. Ajay Srivastava, pendiri Global Trade Research Institute, memprediksi bahwa AS di bawah kepemimpinan Trump berpotensi menekan India untuk menurunkan tarif dan bahkan mengenakan tarif yang lebih tinggi pada barang-barang India, khususnya pada sektor otomotif, tekstil, farmasi, dan anggur.
Namun, situasi ini juga menghadirkan peluang bagi eksportir India. Pembatasan impor dari Tiongkok akibat kebijakan AS dapat membuka peluang bagi India untuk mengisi kekosongan pasar.
Pergantian Gubernur Bank Sentral India dan Implikasinya
Pengangkatan Sanjay Malhotra sebagai Gubernur Bank Sentral India merupakan kejutan bagi pasar. Keputusan ini menggantikan Shaktikanta Das, yang dianggap sebagai anggota paling hawkish di komite kebijakan moneter (MPC). Pergantian ini memicu spekulasi tentang kemungkinan penurunan suku bunga yang lebih cepat, sebagaimana diungkapkan oleh Shilan Shah, wakil kepala ekonom pasar negara berkembang di Capital Economics. Pasar merespon dengan pelemahan nilai rupee dan penurunan imbal hasil obligasi.
Arus Investasi Asing di Pasar Saham India
Pada bulan November, penjualan saham India oleh investor asing melambat menjadi US$2,5 miliar, turun drastis dari US$11,2 miliar pada bulan Oktober. Meskipun investor asing menjual saham di sektor minyak dan gas, otomotif, dan telekomunikasi, mereka justru membeli saham di sektor IT dan jasa keuangan. Pada bulan Desember, investor asing telah beralih menjadi pembeli bersih, dengan pembelian saham senilai US$2,8 miliar.
Kesimpulan
India berada dalam posisi yang sulit di tengah perang dagang AS-China. Meskipun menghadapi ancaman yang signifikan terhadap industri domestiknya, terutama sektor baja, India juga memiliki peluang untuk meningkatkan ekspornya. Pergantian Gubernur Bank Sentral India juga menambah ketidakpastian pada kebijakan moneter mendatang. Kemampuan India untuk menavigasi situasi yang kompleks ini akan menentukan masa depan ekonomi dan perdagangannya.