Hubungan Rumit Israel dan Amerika Serikat: Netanyahu dan Seni Mendapatkan Apa yang Diinginkan

Hubungan Rumit Israel dan Amerika Serikat: Netanyahu dan Seni Mendapatkan Apa yang Diinginkan

Konsistensi Bantuan Militer AS Terhadap Israel

Selama lebih dari tiga dekade, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menjalin hubungan yang seringkali tegang dengan para pemimpin Amerika Serikat. Perselisihan, baik secara terang-terangan maupun di balik layar, menjadi pemandangan umum. Netanyahu telah menentang, bahkan secara terbuka mempermalukan presiden-presiden AS dari berbagai partai. Namun, bantuan militer AS kepada Israel tetap mengalir deras, tanpa henti. Washington tetap menjadi pemasok senjata utama dan pelindung diplomatik Israel. Seorang pejabat senior PBB di Yerusalem yang enggan disebutkan namanya bahkan berkomentar, "Dia mungkin menyimpulkan bahwa dia selalu lolos dari hukuman. Sulit untuk membantahnya."

Pernyataan tersebut semakin diperkuat dengan insiden terbaru. Hanya sebulan sebelum serangan udara gabungan AS-Israel ke Iran, pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, menuduh Netanyahu menghancurkan hubungan Israel dengan Amerika Serikat. Ironisnya, aksi militer gabungan tersebut justru menandai puncak kerja sama militer AS-Israel melawan musuh bersama.

Netanyahu dan Para Presiden AS: Dari Clinton hingga Trump

Hubungan Netanyahu dengan presiden-presiden AS telah diwarnai oleh dinamika yang kompleks. Segera setelah menjadi Perdana Menteri pada tahun 1996, pertemuan pertamanya dengan Presiden Bill Clinton langsung menimbulkan gesekan. Menurut diplomat AS Aaron David Miller yang hadir saat itu, Clinton bertanya kepada para ajudannya, "Siapa sih dia ini? Siapa yang berkuasa di sini?" Meskipun demikian, bantuan AS tetap berlanjut.

Sepuluh tahun kemudian, ketika Barack Obama menjabat, hubungan kembali memburuk, terutama karena pembangunan permukiman Israel di wilayah pendudukan. Puncaknya, Netanyahu berbicara di Kongres AS pada tahun 2015 tanpa sepengetahuan Gedung Putih untuk mengecam kesepakatan nuklir Iran yang tengah dinegosiasikan Obama. Meskipun Obama dikabarkan sangat marah, AS tetap memberikan paket bantuan militer terbesar kepada Israel pada tahun berikutnya, sebesar $38 miliar selama 10 tahun.

Strategi Netanyahu: Dukungan Internal dan Tekanan Eksternal

Para analis politik berpendapat bahwa Netanyahu menganggap dukungan AS sebagai hal yang pasti. Ia yakin bahwa dukungan dari kelompok Kristen evangelis dan komunitas Yahudi-Amerika akan memastikan Israel tetap memiliki persenjataan yang memadai, terlepas dari seberapa besar ia menentang Gedung Putih. Hal ini terbukti selama konflik Gaza pada Oktober 2023. Meskipun Presiden Joe Biden menunjukkan dukungan dengan mengirimkan bantuan senjata, hubungan mereka memburuk karena meningkatnya korban sipil. Biden bahkan menahan beberapa pengiriman amunisi berat dan menjatuhkan sanksi kepada sejumlah pemukim Israel yang melakukan kekerasan. Kekalahan Biden dalam pemilihan presiden oleh Donald Trump disambut gembira oleh Netanyahu.

Netanyahu dan Trump: Dari Ketidaksepakatan Hingga Kerja Sama Militer

Meskipun awalnya hubungan dengan Trump tampak berjalan mulus, hal itu tidak berlangsung lama. Trump, seperti Biden, tidak senang dengan konflik berkepanjangan di Gaza dan mengejutkan Netanyahu dengan memulai pembicaraan langsung dengan Teheran untuk menyelesaikan krisis nuklir. Netanyahu, di sisi lain, terus mendorong intervensi militer.

Meskipun tidak jelas apakah Netanyahu berhasil meyakinkan Trump untuk mendukung rencana perang Israel, yang jelas Trump tidak menolaknya. Setelah Israel melancarkan serangan udara ke Iran, Israel mendesak AS untuk bergabung, dengan memasang baliho besar di Tel Aviv yang berbunyi, "Tuan Presiden, selesaikan pekerjaan!" Serangan udara gabungan AS-Israel ke fasilitas nuklir Iran kemudian disambut gembira oleh Netanyahu sebagai sebuah kemenangan.

Kesimpulan: Keahlian Diplomasi Netanyahu dan Masa Depan Hubungan AS-Israel

Kisah Netanyahu menggambarkan sebuah strategi diplomasi yang rumit. Meskipun seringkali menimbulkan kontroversi dan gesekan dengan presiden-presiden AS, ia selalu berhasil mengamankan kepentingan Israel, khususnya dalam hal bantuan militer. Dukungan dari dalam negeri AS, baik dari kelompok Kristen evangelis maupun komunitas Yahudi-Amerika, menjadi faktor kunci keberhasilannya. Namun, hubungan AS-Israel masih rawan terhadap perubahan politik di kedua negara dan dinamika geopolitik regional yang kompleks. Ke depan, kita akan melihat bagaimana Netanyahu akan terus menavigasi hubungan yang seringkali sulit ini untuk mencapai tujuan politik Israel.