Islandia Menuju Pemilu: Krisis Biaya Hidup Menjadi Fokus Utama

Islandia Menuju Pemilu: Krisis Biaya Hidup Menjadi Fokus Utama

Islandia akan menyelenggarakan pemilihan umum mendadak pada hari Sabtu. Pemilu ini diperkirakan akan menggulingkan koalisi pemerintah yang berkuasa, seiring dengan keinginan rakyat untuk mengatasi krisis biaya hidup yang semakin menekan. Namun, badai salju yang diperkirakan akan melanda negara ini berpotensi menunda penghitungan suara.

Negara Kaya yang Terdampak Krisis

Negara kepulauan di Atlantik Utara ini, dengan populasi 384.000 jiwa, telah menikmati stabilitas politik yang relatif sejak tahun 2017 dan termasuk di antara negara terkaya di Eropa per kapita. Kemakmuran ini didukung oleh sektor pariwisata, perikanan, dan produksi aluminium bertenaga panas bumi dan hidroelektrik yang murah. Akan tetapi, inflasi dan biaya pinjaman yang mendekati level tertinggi sejak krisis keuangan 2008 telah memicu perlambatan ekonomi, sehingga kesulitan ekonomi menjadi perhatian utama para pemilih. Sejumlah letusan gunung berapi di dekat Reykjavik, ibu kota Islandia, telah menyebabkan perpindahan ribuan penduduk dan perbaikan infrastruktur yang mahal, yang semakin memperburuk masalah dengan menekan sektor pariwisata.

Pemilu di Tengah Badai

Pemungutan suara akan dibuka pada pukul 09.00 GMT pada hari Sabtu dan ditutup pada pukul 22.00 GMT, dengan hasil akhir diharapkan pada Minggu pagi. Namun, badai salju dahsyat diperkirakan akan melanda bagian timur negara itu pada hari Sabtu, yang dapat menunda penghitungan suara. Oleh karena itu, pihak berwenang mendorong para pemilih untuk memberikan suara lebih awal.

Koalisi Berkuasa Terancam Gugur

Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa koalisi pemerintah yang terdiri dari Gerakan Hijau Kiri, Partai Kemerdekaan konservatif, dan Partai Progresif tengah kanan, yang berkuasa selama tujuh tahun terakhir, kemungkinan besar akan digulingkan. "Kami telah memiliki koalisi yang sama selama tujuh tahun, dan tampaknya sekarang ada keinginan untuk orang-orang baru dalam pemerintahan," kata Stefania Oskarsdottir, seorang ilmuwan politik di Universitas Islandia.

Katrin Jakobsdottir dari Gerakan Hijau Kiri mengundurkan diri sebagai perdana menteri pada bulan April untuk mencalonkan diri sebagai presiden, namun ia kalah dalam pemilihan tersebut. Penggantinya, Bjarni Benediktsson dari Partai Kemerdekaan, membubarkan parlemen pada bulan Oktober dan menyerukan pemilihan umum menyusul meningkatnya perselisihan koalisi dan ketidakpuasan publik terkait masalah migrasi, energi, dan perumahan.

Peningkatan Populasi dan Tekanan Sosial

Populasi Islandia telah meningkat sebesar 20% selama dekade terakhir, peningkatan terbesar di antara negara-negara OECD, yang didorong oleh tingginya angka imigrasi. Hal ini semakin menekan sektor perumahan dan kesehatan. Meskipun inflasi dan suku bunga baru-baru ini mulai menurun, krisis biaya hidup telah kembali memicu pertanyaan tentang keanggotaan Uni Eropa dalam debat pemilihan umum.

Partai Oposisi Berpeluang Menang

Jajak pendapat menunjukkan bahwa Partai Sosial Demokrat yang pro-UE dan Partai Reformasi Liberal jika digabungkan akan memperoleh 40% suara. Aliansi Sosial Demokrat sayap tengah-kiri, yang terakhir berkuasa antara tahun 2009 dan 2013, diperkirakan akan memperoleh sedikit lebih dari 20% suara, diikuti oleh Partai Reformasi Liberal sayap tengah-kanan.

"Masalah terbesar di sini saat ini adalah biaya hidup," kata pemimpin Sosial Demokrat Kristrun Frostadottir kepada Reuters dalam sebuah wawancara. Ekonom berusia 36 tahun ini, yang mengambil alih sebagai pemimpin partai dua tahun lalu, adalah pendukung model kesejahteraan Nordik dan favorit untuk menjadi perdana menteri baru. Pemilu di Islandia ini menjadi cerminan tantangan yang dihadapi banyak negara di dunia, di mana krisis biaya hidup menjadi isu sentral yang menentukan arah politik dan masa depan negara.