Kebijakan Moneter Negara-Negara Asia Tenggara dan Taiwan: Tinjauan Terbaru

Kebijakan Moneter Negara-Negara Asia Tenggara dan Taiwan: Tinjauan Terbaru

Filipina: Potensi Pemotongan Suku Bunga

Bank sentral Filipina diperkirakan akan memangkas suku bunga pada hari Kamis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Penurunan inflasi dan ketidakpastian global mendukung pandangan ING bahwa pelonggaran kebijakan lebih lanjut akan terjadi. Data inflasi Mei yang rendah mendukung pemotongan sebesar 25 basis poin. Pada bulan April, bank sentral memangkas suku bunga kebijakannya, dengan Gubernur Eli Remolona mengutip tarif perdagangan dan tren inflasi, yang menandakan akan ada lebih banyak pemotongan pada tahun ini. Keputusan ini mencerminkan komitmen pemerintah Filipina untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat di tengah tantangan global. Strategi ini diharapkan dapat merangsang investasi dan konsumsi domestik, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.

Indonesia: Dilema Antara Pemotongan dan Kehati-hatian

Keputusan Bank Indonesia pada hari Rabu mendatang masih belum pasti. Para ekonom terpecah antara mempertahankan suku bunga atau melakukan pemotongan. Inflasi domestik tetap terkendali dan nilai tukar rupiah relatif stabil, memberikan ruang untuk pelonggaran kebijakan. Namun, ekonom ING memperkirakan Bank Indonesia akan menahan diri dari pemotongan berturut-turut, mengingat ketidakpastian seputar jalur suku bunga Federal Reserve. HSBC melihat bank sentral akan menahan diri dari pelonggaran untuk saat ini, tetapi masih mengharapkan pemotongan suku bunga karena pertumbuhan tetap lamban, dan tren inflasi dan rupiah menguntungkan. Strategi Goldman Sachs mencatat bahwa BI menurunkan prospek pertumbuhan 2025 pada bulan Mei, dan arus masuk modal asing baru-baru ini ke pasar obligasi lokal dapat memberi ruang untuk pelonggaran lebih lanjut. Keputusan ini akan sangat bergantung pada pertimbangan antara menjaga stabilitas ekonomi makro dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Taiwan: Mempertahankan Suku Bunga di Tengah Pertumbuhan Ekspor yang Kuat

Bank sentral Taiwan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada 2,0% pada hari Kamis, dengan inflasi stabil mendekati target 2% dan pertumbuhan PDB yang menunjukkan risiko peningkatan jangka pendek karena kekuatan ekspor. Ekspor Mei melonjak 38,6%, laju tercepat dalam hampir 15 tahun, didorong oleh permintaan chip dan elektronik menjelang batas waktu tarif AS. Namun, ekonom ANZ memperingatkan bahwa ketidakpastian mengenai kebijakan perdagangan AS merupakan risiko penurunan bagi prospek Taiwan, terutama jika permintaan AS melambat secara signifikan, yang akan membebani model ekonomi Taiwan yang berorientasi ekspor. Perkembangan ini menunjukkan kompleksitas dalam mengelola kebijakan moneter di tengah ketidakpastian global, di mana pertumbuhan ekonomi yang kuat harus diimbangi dengan risiko eksternal.

Singapura: Menunggu Data Ekspor dan Survei Peramal Profesional

Singapura akan merilis data ekspor non-minyak Mei pada hari Selasa. Ekspor April meningkat 12,4% year-on-year, naik dari kenaikan 5,4% pada Maret. Pasar akan mengamati apakah momentum perdagangan berlanjut di tengah ketidakpastian global. Pada hari Rabu, Otoritas Moneter Singapura akan menerbitkan survei triwulanan para peramal profesional. Pada bulan Maret, responden mempertahankan prospek pertumbuhan PDB 2,6% untuk tahun 2025. Investor akan mencari perubahan pada pandangan tersebut atau ekspektasi inflasi mengingat kekhawatiran resesi yang sedang berlangsung. Data-data ini akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kondisi ekonomi Singapura dan prospek ke depannya.

Malaysia: Tantangan Ekspor di Tengah Risiko Tarif

Data perdagangan Malaysia, yang akan dirilis pada hari Jumat, akan memberikan wawasan tentang kinerja ekspor Mei di tengah risiko yang terkait dengan tarif. Meskipun pertumbuhan ekspor meningkat pada bulan April, para ekonom menandai tanda-tanda perubahan pola perdagangan, kemungkinan karena pengalihan dan pengadaan barang lebih awal. Ekonom UOB memperkirakan perlambatan tajam, memproyeksikan pertumbuhan ekspor hanya 5,0% dari 16,4% pada bulan April. Impor juga diperkirakan akan melambat, dengan UOB memperkirakan penurunan dari 20,0% menjadi 9,0%. Dengan tenggat waktu untuk apa yang disebut tarif timbal balik dari AS semakin dekat, risiko terhadap pertumbuhan ekspor diperkirakan akan meningkat jika Malaysia tidak mencapai kesepakatan perdagangan dengan Washington. Situasi ini menyoroti pentingnya negosiasi perdagangan internasional bagi perekonomian Malaysia dan negara-negara lain di kawasan tersebut. Ketidakpastian politik dan ekonomi global berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.