Kenaikan Suku Bunga KPR dan Dampaknya Terhadap Pasar Properti Amerika Serikat

Kenaikan Suku Bunga KPR dan Dampaknya Terhadap Pasar Properti Amerika Serikat

Pasar properti Amerika Serikat kembali menghadapi tantangan. Suku bunga KPR melonjak ke level tertinggi sejak musim panas lalu, menggagalkan harapan para pembeli rumah yang menantikan penurunan biaya pinjaman setelah mengalami periode biaya peminjaman termahal dalam lebih dari satu dekade. Meskipun penjualan rumah menunjukkan tanda-tanda pemulihan dalam beberapa bulan terakhir, peningkatan tersebut terjadi di tengah membengkaknya biaya pembiayaan. Para ekonom menilai hal ini terus menghambat pemulihan penuh sektor perumahan.

Suku Bunga KPR yang Tinggi: Beban Bagi Pembeli Rumah

Freddie Mac melaporkan bahwa rata-rata suku bunga KPR tetap selama 30 tahun mencapai 6,93% pada minggu ini, angka tertinggi sejak bulan Juli. Suku bunga KPR telah bertahan di atas 6% sejak akhir tahun 2022, jauh berbeda dengan dekade sebelumnya di mana suku bunga berkisar antara 3% hingga 4%. Kenaikan suku bunga KPR ini menambah beban signifikan bagi keluarga yang ingin memiliki rumah, terutama karena mereka juga menghadapi harga properti yang tinggi dan kekurangan pasokan rumah.

Penjualan rumah keluarga tunggal baru telah melambat, kurang dari dua pertiga dari puncaknya pada masa booming pandemi. Penjualan rumah yang sudah ada juga mengalami stagnasi, menurut data pemerintah. Lawrence Yun, kepala ekonom di National Association of Realtors, menyatakan bahwa kenaikan suku bunga KPR jelas bukan kabar baik bagi para pembeli rumah. Meskipun demikian, ia mencatat bahwa penjualan mulai menunjukkan momentum positif dalam beberapa bulan terakhir karena pembeli dan penjual merasa kehabisan kesabaran menunggu penurunan suku bunga dan akhirnya memutuskan untuk memasuki pasar.

Harapan Terhadap Pemotongan Suku Bunga Federal Reserve

Banyak pembeli rumah berharap bahwa pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) yang dimulai pada September akan membuat pembelian rumah lebih terjangkau. Suku bunga KPR cenderung bergerak seiring dengan biaya bunga yang dibayarkan pemerintah federal untuk utang jangka panjangnya, yang pada gilirannya akan turun ketika investor memperkirakan serangkaian suku bunga yang lebih rendah yang ditetapkan oleh The Fed.

Namun, pemotongan suku bunga The Fed tidak banyak membantu mendorong pasar real estat pada tahun 2024. Bahkan ketika suku bunga KPR turun pada musim panas lalu, harga rumah tetap tinggi karena sedikit pemilik rumah yang menjual dan kekurangan rumah secara nasional masih berlanjut. Situasi kemudian memburuk. Meskipun The Fed memangkas suku bunga secara signifikan pada musim gugur lalu, suku bunga KPR justru meningkat seiring dengan kenaikan imbal hasil obligasi Treasury AS jangka panjang.

Meskipun adanya pemotongan suku bunga, investor global semakin khawatir bahwa inflasi yang membandel dan pertumbuhan ekonomi yang solid akan menyebabkan The Fed mempertahankan suku bunga lebih tinggi dari yang diperkirakan semula. Suku bunga acuan The Fed telah turun satu poin persentase sejak pertengahan September, tetapi imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun justru bergerak ke arah sebaliknya, meningkat satu poin persentase.

Chris Low, kepala ekonom di FHN Financial, menjelaskan bahwa awalnya pasar memperkirakan The Fed akan melakukan 10 kali pemotongan suku bunga. Namun, sekarang pasar memperkirakan hanya total enam kali pemotongan, termasuk empat yang telah dilakukan.

Faktor Tambahan yang Mempengaruhi Suku Bunga KPR

Selain itu, suku bunga KPR telah menjadi lebih mahal dibandingkan dengan biaya pinjaman lainnya, sebuah perubahan yang didorong oleh pergeseran selera Wall Street dalam berinvestasi pada utang hipotek. Yun berpendapat bahwa suku bunga mungkin akan sedikit turun jika biaya tambahan ini, atau spread, menurun pada tahun 2025. Situasi ini menciptakan kompleksitas tambahan dalam dinamika pasar properti, dan memerlukan analisis yang lebih mendalam untuk memahami dampaknya terhadap pasar secara keseluruhan. Ketidakpastian ini tentunya membuat para pelaku pasar, baik pembeli maupun penjual, semakin waspada dan selektif dalam mengambil keputusan. Perlu dipantau perkembangan lebih lanjut untuk melihat bagaimana pasar akan bereaksi terhadap tantangan ini di masa mendatang.