Konflik Gaza: Menuju Pengambilalihan Penuh?

Konflik Gaza: Menuju Pengambilalihan Penuh?

Konflik di Gaza yang telah berlangsung hampir dua tahun memasuki babak baru yang menegangkan. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengadakan pertemuan tertutup dengan para pejabat keamanan senior untuk merumuskan strategi baru. Media Israel melaporkan bahwa Netanyahu cenderung mendukung pengambilalihan militer penuh atas Jalur Gaza. Langkah ini akan membalikkan keputusan tahun 2005 untuk menarik diri dari Gaza, yang oleh partai-partai sayap kanan dianggap sebagai penyebab Hamas berkuasa.

Situasi Kemanusiaan yang Memburuk

Sementara tekanan internasional untuk gencatan senjata semakin meningkat guna meringankan penderitaan warga sipil Gaza yang menghadapi kelaparan dan kondisi mengerikan, upaya mediasi untuk mencapai gencatan senjata antara Israel dan Hamas telah gagal. Laporan terbaru menunjukkan peningkatan angka korban jiwa akibat kelaparan dan serangan udara Israel. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan setidaknya 80 orang tewas dalam serangan terbaru Israel, ditambah 8 orang meninggal akibat kelaparan atau kekurangan gizi dalam 24 jam terakhir. Tragisnya, sedikitnya 20 warga Palestina tewas ditembak oleh tentara Israel saat menunggu truk bantuan PBB di utara Gaza, dan 20 lainnya terluka di selatan Gaza dalam insiden serupa. Jumlah korban jiwa akibat kelaparan sejak awal konflik mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 188 orang, termasuk 94 anak-anak.

Rencana Pengambilalihan dan Reaksi Internasional

Laporan media Israel menyebutkan bahwa kabinet Israel akan mengadakan pertemuan pada hari Kamis untuk membahas strategi baru ini. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah pengambilalihan penuh wilayah Gaza. Meskipun kantor Perdana Menteri menolak berkomentar mengenai laporan tersebut, Netanyahu sendiri menegaskan komitmennya untuk menghancurkan Hamas, membebaskan sandera Israel, dan memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel. Hal ini disampaikannya kepada para rekrutan militer baru.

Rilisnya video Evyatar David, salah satu dari 50 sandera Israel yang masih ditahan di Gaza, telah memicu reaksi internasional yang kuat. Video tersebut memperlihatkan kondisi sandera yang sangat memprihatinkan. Kebanyakan sandera dibebaskan selama gencatan senjata setelah negosiasi diplomatik, namun Israel telah memutuskan gencatan senjata terakhir. Kementerian Luar Negeri Palestina mendesak negara-negara lain untuk menanggapi serius laporan mengenai potensi pengambilalihan penuh Gaza, apakah itu sebagai taktik tekanan, uji reaksi internasional, atau rencana serius.

Ketegangan Internal dan Posisi Koalisi Pemerintah

Usulan pengambilalihan penuh Gaza telah memicu ketegangan internal dalam koalisi pemerintah Israel. Pemerintah koalisi saat ini merupakan pemerintah paling kanan dan religius dalam sejarah Israel, termasuk politikus sayap kanan yang menganjurkan aneksasi Gaza dan Tepi Barat serta mendorong warga Palestina untuk meninggalkan tanah air mereka. Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben Gvir, bahkan menantang Kepala Staf militer, Eyal Zamir, untuk menyatakan kepatuhannya terhadap arahan pemerintah meskipun keputusan untuk mengambil alih seluruh Gaza telah dibuat. Perbedaan pandangan ini mencerminkan keretakan antara pemerintah dan militer Israel. Meskipun kantor Perdana Menteri menyatakan bahwa IDF siap melaksanakan keputusan kabinet, perbedaan pendapat ini dapat berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaan strategi baru tersebut. Konflik yang hampir dua tahun ini telah membebani militer Israel, yang harus terus-menerus memobilisasi cadangan.

Perspektif dari Gaza

Warga Gaza yang tinggal di wilayah terakhir yang belum sepenuhnya berada di bawah kendali militer Israel menyatakan keprihatinan mendalam terhadap kemungkinan serangan darat baru. Mereka menggambarkannya sebagai hukuman mati bagi seluruh penduduk Gaza. Seorang pedagang kayu di Gaza, Abu Jehad, menggambarkan situasi ini dengan kalimat: "Jika tank-tank itu menerobos, kemana kita akan pergi, ke laut? Ini akan menjadi seperti hukuman mati bagi seluruh penduduk." Situasi ini semakin diperparah dengan laporan tentang kelaparan yang meluas di Gaza, meskipun pihak berwenang Israel membantah klaim tentang terjadinya bencana kelaparan secara menyeluruh.

Konflik di Gaza terus menunjukkan kompleksitas dan eskalasi yang mengancam keselamatan dan kesejahteraan warga sipil di kedua belah pihak. Keputusan Israel untuk mengambil alih sepenuhnya Jalur Gaza akan memiliki konsekuensi yang sangat besar, baik secara kemanusiaan maupun geopolitik. Tekanan internasional untuk solusi damai yang melindungi warga sipil dan menghentikan kekerasan sangatlah penting pada saat yang kritis ini.