Konflik Iran-Israel: Negosiasi Terhambat di Tengah Serangan Bertubi-Tubi
Konflik Iran-Israel: Negosiasi Terhambat di Tengah Serangan Bertubi-Tubi
Konflik antara Iran dan Israel semakin memanas. Serangan udara Israel yang dimulai pekan lalu terhadap berbagai target militer Iran, termasuk fasilitas produksi rudal dan organisasi riset terkait pengembangan senjata nuklir di Teheran, telah memicu serangkaian serangan balasan dari Iran. Serangan-serangan ini menyebabkan korban jiwa di kedua belah pihak, baik militer maupun sipil.
Eskalasi Serangan dan Korban Jiwa
Israel menyatakan telah melancarkan serangan baru terhadap puluhan target militer di Iran semalam. Sementara itu, Iran membalas dengan meluncurkan setidaknya satu gelombang serangan rudal baru, menghantam beberapa area di kota Beersheba, termasuk dekat apartemen penduduk, gedung perkantoran, dan fasilitas industri. Angka korban jiwa terus meningkat. Human Rights Activists News Agency, sebuah organisasi hak asasi manusia berbasis di AS yang memantau situasi di Iran, melaporkan bahwa serangan udara Israel telah menewaskan 639 orang di Iran, termasuk petinggi militer dan ilmuwan nuklir. Di sisi lain, Israel menyatakan setidaknya dua lusin warga sipil Israel telah tewas dalam serangan rudal Iran. Namun, angka korban jiwa ini masih belum dapat diverifikasi secara independen oleh Reuters.
Meskipun kedua belah pihak mengklaim hanya menyerang target militer dan pertahanan, warga sipil juga menjadi korban. Iran melaporkan serangan drone ke sebuah apartemen di Teheran, sementara Israel juga menuduh Iran sengaja menyerang rumah sakit. Para ahli menyatakan bahwa serangan Israel terhadap instalasi nuklir Iran sejauh ini hanya menimbulkan risiko kontaminasi yang terbatas. Namun, mereka memperingatkan bahwa serangan terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir di Bushehr dapat menyebabkan bencana nuklir.
Kebuntuan Negosiasi dan Peran AS
Di tengah eskalasi konflik, upaya diplomasi untuk meredakan ketegangan menemui jalan buntu. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, menegaskan bahwa tidak ada ruang untuk negosiasi dengan AS selama agresi Israel berlanjut. Hal ini menimbulkan tantangan bagi upaya Eropa untuk membawa kembali Iran ke meja perundingan terkait program nuklirnya. Meskipun para diplomat Eropa berharap dapat membangun jalur kembali ke diplomasi dalam pertemuan di Jenewa yang melibatkan Menteri Luar Negeri Prancis, Inggris, Jerman, dan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, peluang untuk terobosan dianggap kecil. Meskipun demikian, para diplomat menyebutkan bahwa AS masih terbuka untuk melakukan pembicaraan langsung dengan Iran.
Peran AS dalam konflik ini masih belum jelas. Gedung Putih menyatakan bahwa Presiden Donald Trump akan memutuskan apakah akan terlibat dalam konflik tersebut dalam dua minggu ke depan, dengan mempertimbangkan kemungkinan negosiasi yang melibatkan Iran dalam waktu dekat. Utusan khusus Trump untuk kawasan tersebut, Steve Witkoff, telah beberapa kali berbicara dengan Araqchi sejak pekan lalu. Trump sendiri telah beberapa kali berganti sikap, antara mengancam Teheran dan mendesak Iran untuk melanjutkan pembicaraan nuklir.
Dampak Geopolitik dan Reaksi Internasional
Konflik Iran-Israel ini menimbulkan ketegangan geopolitik yang signifikan di Timur Tengah. Situasi semakin rumit dengan serangan kelompok militan Hamas di Palestina pada Oktober 2023 yang memicu perang Gaza dan pertempuran Israel di berbagai front melawan sekutu regional Iran. Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, memperingatkan akan adanya tindakan lebih lanjut terhadap Hizbullah, sekutu Iran di Lebanon, setelah kelompok militan tersebut menyatakan akan memberikan bantuan kepada Iran.
Para pejabat Barat dan regional menilai bahwa Israel berupaya untuk menghancurkan pemerintahan Ayatollah Ali Khamenei. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa kejatuhan rezim tersebut mungkin menjadi hasil dari konflik ini, tetapi terserah kepada rakyat Iran untuk memperjuangkan kebebasan mereka. Meskipun kelompok-kelompok oposisi Iran memperkirakan peluang mereka akan segera tiba, para aktivis yang terlibat dalam protes sebelumnya menyatakan keraguan untuk memicu kerusuhan massal saat negara mereka sedang diserang. Atena Daemi, seorang aktivis terkemuka yang pernah dipenjara selama enam tahun sebelum meninggalkan Iran, menggambarkan kesulitan bagi rakyat Iran untuk melakukan protes di tengah situasi yang mengerikan.
Konflik ini telah menimbulkan kekhawatiran internasional yang besar, bukan hanya karena potensi bencana nuklir, tetapi juga karena dampak kemanusiaan yang luas dan potensi eskalasi lebih lanjut yang dapat mengancam stabilitas regional dan global. Pertemuan di Jenewa, yang dijadwalkan pada Jumat sore, diharapkan dapat membuka jalan menuju dialog, meskipun harapan untuk sebuah terobosan tetap rendah. Masa depan negosiasi dan resolusi konflik ini masih belum jelas dan akan terus dipantau dengan seksama oleh dunia internasional.