Kontroversi Ekonomi: Trump Menghadapi Kontraksi PDB dan Tuduhan Resesi

Kontroversi Ekonomi: Trump Menghadapi Kontraksi PDB dan Tuduhan Resesi

Ekonomi Amerika Serikat mengalami kontraksi pada kuartal pertama, memicu perdebatan sengit mengenai penyebab dan dampaknya. Presiden Trump, dalam serangkaian pernyataan yang saling bertentangan, berusaha meminimalisir dampak negatif dari laporan tersebut. Ia menyalahkan pendahulunya, Joe Biden, meskipun beberapa ekonom menunjuk pada kebijakan tarifnya sendiri sebagai faktor penyebab utama.

Kontraksi PDB dan Klaim yang Bertentangan

Departemen Perdagangan AS mengumumkan penurunan PDB kuartalan pertama, yang merupakan penurunan pertama dalam tiga tahun terakhir. Data ini menunjukkan penurunan aktivitas ekonomi, dengan bisnis mengimpor barang dalam jumlah besar untuk menghindari biaya yang lebih tinggi akibat tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump. Meskipun demikian, beberapa ekonom menekankan bahwa pengeluaran konsumen dan investasi swasta yang kuat menunjukkan potensi pemulihan ekonomi yang cepat.

Respons Trump terhadap data ini penuh dengan inkonsistensi. Di satu sisi, ia menuding pemerintahan Biden sebagai penyebab penurunan tersebut, tanpa memberikan penjelasan rinci. Di sisi lain, ia menyatakan bahwa penurunan tersebut disebabkan oleh "distorsi" dalam data, seperti impor, persediaan, dan pengeluaran pemerintah. Ia juga secara selektif menyoroti peningkatan investasi bisnis, yang oleh beberapa ekonom dikaitkan dengan pengeluaran yang terkait dengan tarif. Pernyataan-pernyataan yang saling bertolak belakang ini menunjukkan upaya untuk menghindari tanggung jawab atas kondisi ekonomi yang memburuk.

Penasihat perdagangan Trump, Peter Navarro, bahkan lebih jauh lagi dengan menyatakan bahwa kontraksi PDB ini adalah "angka negatif terbaik" yang pernah dilihatnya. Ia berpendapat bahwa penurunan tersebut disebabkan oleh pembelian barang dari luar negeri oleh bisnis untuk mengantisipasi kenaikan tarif. Pernyataan ini kontras dengan klaim Trump di media sosial yang menyatakan bahwa tarif tidak berperan dalam penurunan pasar saham. Perbedaan interpretasi ini semakin mengaburkan pesan pemerintah dan menimbulkan kebingungan publik.

Anjloknya Popularitas dan Kekhawatiran Resesi

Kontraksi ekonomi ini terjadi saat popularitas Trump terus menurun. Sebuah jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan bahwa tingkat persetujuan terhadap kinerja Trump turun menjadi 42%, sementara tingkat ketidaksetujuan mencapai 53%. Angka ini menandai penurunan signifikan dari tingkat persetujuan awal masa jabatannya. Penurunan persetujuan ini juga mencakup persepsi publik terhadap kemampuannya dalam mengelola ekonomi, yang turun hingga tingkat terendah selama masa jabatannya.

Kekhawatiran akan resesi semakin meningkat seiring dengan perang dagang global yang dilancarkan oleh Trump. Kenaikan tarif yang signifikan telah menimbulkan kekhawatiran akan terhentinya perdagangan dengan beberapa negara, terutama China. Hal ini telah membuat investor dan perusahaan merasa gelisah.

Beberapa ekonom sektor swasta secara langsung menghubungkan penurunan ekonomi kuartal pertama dengan kebijakan Trump, bukan Biden. Mereka mencatat bahwa PDB tumbuh rata-rata sekitar 2,9% per kuartal pada paruh kedua masa jabatan Biden. Proyeksi yang suram ini semakin diperkuat oleh pendapat Joseph Brusuelas, kepala ekonom RSM US LLP, yang menyatakan bahwa penurunan ekonomi ini disebabkan oleh kebijakan, bukan faktor internal ekonomi. Ia memprediksi resesi akan dimulai sekitar pertengahan tahun jika tarif tidak dicabut dengan cepat.

Partai Demokrat Menyerang Kebijakan Ekonomi Trump

Partai Demokrat dengan cepat memanfaatkan situasi ini untuk mengkritik kebijakan ekonomi Trump. Mereka menuding Trump bertanggung jawab atas penurunan ekonomi dan mempertanyakan kepemimpinannya. Pernyataan-pernyataan yang keras dari Partai Demokrat bertujuan untuk memanfaatkan ketidakpuasan publik terhadap kinerja ekonomi dan menargetkan kelemahan politik Trump.

Di tengah kontroversi ini, beberapa pejabat pemerintahan Trump tetap membela kebijakan ekonomi presiden. Menteri Keuangan Scott Bessent memuji kebijakan Trump dan mengklaim bahwa keluarga Amerika sedang mengalami perbaikan ekonomi. Ia juga mengklaim bahwa negara tersebut mengalami penurunan suku bunga hipotek, biaya makanan, dan harga energi. Namun, data statistik pemerintah menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak sepenuhnya akurat. Suku bunga hipotek 30 tahun relatif sama dengan saat Trump terpilih, harga makanan naik dengan tingkat tahunan 3%, dan harga energi turun dengan tingkat yang sama. Pernyataan Bessent ini menuai kontroversi karena dianggap sebagai penyimpangan fakta.

Kesimpulannya, kontraksi ekonomi pada kuartal pertama menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas kebijakan ekonomi Trump. Pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan dari pihak pemerintahan, ditambah dengan penurunan popularitas Trump dan kekhawatiran akan resesi, menciptakan situasi politik dan ekonomi yang penuh tantangan. Masa depan ekonomi Amerika Serikat, dan masa depan politik Trump sendiri, nampaknya bergantung pada bagaimana krisis ini ditangani.