Lonjakan Harga Bahan Pokok di Jepang: Ancaman Inflasi yang Membayangi

Lonjakan Harga Bahan Pokok di Jepang: Ancaman Inflasi yang Membayangi

Lonjakan harga bahan pokok di Jepang diperkirakan akan semakin memburuk pada bulan Juli mendatang. Sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga riset swasta, Teikoku Databank, menunjukkan peningkatan lima kali lipat jumlah produk makanan yang akan mengalami kenaikan harga. Temuan ini menyoroti meningkatnya tekanan inflasi di Jepang, sebuah negara yang dulunya dikenal dengan deflasinya. Beberapa pembuat kebijakan bahkan melihatnya sebagai tanda awal kenaikan harga yang meluas dan berkelanjutan, yang mungkin membutuhkan kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Kenaikan Harga yang Signifikan

Survei yang dilakukan terhadap 195 produsen makanan utama menunjukkan bahwa mereka memperkirakan akan menaikkan harga untuk 2.105 item pada bulan Juli – peningkatan lima kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya – dengan rata-rata kenaikan sebesar 15%. Selain meningkatnya harga bahan baku dan tagihan utilitas, perusahaan juga menyebutkan peningkatan biaya transportasi dan tenaga kerja sebagai alasan kenaikan harga tersebut. Laporan Teikoku Databank menekankan bahwa momentum kenaikan harga makanan dan minuman pada tahun 2025 lebih kuat daripada tahun sebelumnya.

Berbagai macam produk akan mengalami kenaikan harga, termasuk produk berbahan dasar beras, cokelat, permen karet, keripik kentang, dan saus pasta. Beberapa perusahaan besar telah mengumumkan rencana kenaikan harga mereka. Ajinomoto AGF misalnya, berencana menaikkan harga untuk produk kopi mereka sekitar 25-55%, sementara Meiji akan menaikkan harga keju dan susu hingga 11%.

Ancaman Naiknya Harga Minyak Mentah

Kenaikan harga minyak mentah yang kembali terjadi akibat meningkatnya konflik di Timur Tengah berpotensi memicu kembali gelombang kenaikan harga yang dialami Jepang pada tahun 2022, di mana harga meningkat untuk total 25.768 item makanan dan minuman. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan berlanjutnya tren kenaikan harga yang signifikan.

Dilema Bank of Japan (BOJ)

Setelah menaikkan suku bunga kebijakan jangka pendeknya menjadi 0,5% pada bulan Januari, Bank of Japan (BOJ) telah mempertahankan biaya pinjaman tetap stabil meskipun inflasi konsumen inti mencapai 3,7% pada bulan Mei, angka tertinggi dalam lebih dari dua tahun dan melampaui target 2% selama lebih dari tiga tahun. Gubernur BOJ, Kazuo Ueda, menekankan perlunya bertindak hati-hati dalam menaikkan suku bunga sampai inflasi didorong lebih oleh konsumsi yang solid dan upah yang lebih tinggi, bukan oleh meningkatnya biaya bahan baku.

Namun, argumen BOJ bahwa kenaikan harga makanan dan bahan bakar kemungkinan bersifat sementara dan bukan pembenaran untuk menaikkan suku bunga, sedang diuji oleh kenaikan biaya hidup yang terus-menerus. Kenaikan ini dapat memengaruhi persepsi publik tentang pergerakan harga di masa mendatang. Survei "tankan" BOJ triwulanan tentang perusahaan, yang akan dirilis, akan menyoroti tantangan yang dihadapi dalam menyeimbangkan meningkatnya tekanan inflasi dan risiko bagi ekonomi Jepang yang rapuh akibat tarif AS yang tinggi.

Prospek Ekonomi Jepang: Antara Optimisme dan Ketidakpastian

Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan indeks yang mengukur sentimen bisnis produsen besar akan memburuk menjadi +10 dalam survei Juni, turun dari +12 pada Maret. Fokusnya akan tertuju pada apakah perusahaan akan mempertahankan rencana belanja modal mereka yang solid meskipun ada ketidakpastian mengenai kebijakan perdagangan AS. Perusahaan besar yang disurvei dalam tankan diperkirakan akan meningkatkan belanja modal sebesar 10% pada tahun fiskal 2025 dari tingkat tahun sebelumnya.

Kenaikan harga yang signifikan ini menimbulkan tantangan besar bagi ekonomi Jepang. BOJ dihadapkan pada dilema untuk menyeimbangkan pengendalian inflasi dengan menjaga stabilitas ekonomi. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar masih menunjukkan optimisme dengan rencana belanja modal mereka. Namun, ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan AS dan kenaikan harga bahan pokok menimbulkan pertanyaan besar tentang keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Jepang di masa mendatang. Apakah Jepang dapat mengatasi tekanan inflasi ini tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi yang masih rapuh, menjadi tantangan besar yang harus dihadapi.