Negosiasi Dagang AS-Korea Selatan: Perjuangan Mencari Kesepakatan di Tengah Tekanan Waktu dan Politik
Negosiasi Dagang AS-Korea Selatan: Perjuangan Mencari Kesepakatan di Tengah Tekanan Waktu dan Politik
Negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan memasuki babak krusial. Menteri Perdagangan Korea Selatan, Yeo Han-koo, akan terbang ke Washington pada Jumat untuk melakukan pembicaraan dengan pejabat AS, menjelang tenggat waktu 9 Juli di mana tarif impor AS berpotensi meningkat tajam. Kunjungan ini dilakukan di tengah ketidakpastian politik pasca krisis hukum militer Korea Selatan dan terpilihnya Presiden Lee Jae Myung.
Tekanan Waktu dan Tarif Impor
Yeo Han-koo menyatakan bahwa substansi negosiasi lebih penting daripada tenggat waktu. Ia berencana meminta AS untuk memperpanjang masa pembekuan tarif yang akan berakhir dalam beberapa hari mendatang. AS telah mengancam akan menaikkan tarif impor secara signifikan, termasuk untuk produk otomotif dan baja Korea Selatan. Saat ini, Korea Selatan dikenakan tarif 10%, dan pembekuan tarif 25% yang bersifat “timbal balik” juga akan berakhir. Korea Selatan berharap mendapatkan pengecualian dari tarif-tarif ini dan mencapai kesepakatan perdagangan yang saling menguntungkan sebelum tenggat waktu.
Kebuntuan Negosiasi dan Permintaan AS yang Tinggi
Perundingan awal pada akhir April lalu telah menghasilkan kesepakatan untuk merumuskan kesepakatan perdagangan yang mengurangi tarif menjelang tenggat waktu Juli. Namun, kemajuan tampak minim, terhambat oleh ketidakpastian politik dalam beberapa bulan terakhir. Presiden Lee Jae Myung sendiri mengakui bahwa negosiasi "tidak mudah", dan kedua belah pihak belum memiliki kesepahaman yang jelas.
Permintaan AS cukup tinggi. Washington menuntut akses yang lebih baik ke sektor pertanian dan otomotif Korea Selatan, serta peningkatan akses pasar dan perlakuan yang tidak diskriminatif di sektor digital. AS juga meminta investasi yang lebih besar dari perusahaan-perusahaan Korea Selatan di AS dan peningkatan pembelian pasokan energi AS oleh Korea Selatan. Salah satu poin yang dibahas adalah proyek LNG senilai $44 miliar di Alaska. Meskipun Korea Selatan tertarik, Yeo Han-koo menyatakan bahwa kelayakan proyek tersebut masih belum jelas dan AS baru akan memberikan informasi lebih lanjut akhir tahun ini. Hal ini menimbulkan perdebatan di parlemen Korea Selatan, dengan anggota parlemen dari partai pemerintah dan oposisi mendesak pemerintah untuk melakukan penilaian yang cermat sebelum memutuskan investasi. Kekhawatiran akan risiko investasi yang salah juga diutarakan, mengingat sulitnya menarik investasi jika keputusan awal sudah salah.
Dampak Tarif terhadap Perusahaan Korea Selatan
Situasi semakin rumit dengan kesepakatan AS dan Vietnam mengenai tarif impor 20%, turun dari ancaman awal 46%. Keputusan ini berdampak signifikan bagi perusahaan-perusahaan Korea Selatan yang menggunakan Vietnam sebagai basis manufaktur, termasuk perusahaan besar seperti Samsung Electronics yang telah berinvestasi miliaran dolar di negara tersebut. Kenaikan tarif impor dari Vietnam akan meningkatkan biaya produksi dan daya saing produk Korea Selatan di pasar internasional.
Tantangan Politik Dalam Negeri dan Tekanan Internasional
Negosiasi ini berlangsung di tengah situasi politik dalam negeri Korea Selatan yang masih belum stabil pasca krisis hukum militer dan pergantian kepemimpinan. Hal ini tentu mempengaruhi strategi dan keluwesan pemerintah Korea Selatan dalam bernegosiasi dengan AS. Di sisi lain, tekanan internasional juga meningkat, mengingat implikasi luas dari keputusan tarif impor bagi perekonomian global. Korea Selatan harus menyeimbangkan kepentingan nasional dengan tekanan dari AS dan dampaknya terhadap perusahaan-perusahaan Korea Selatan yang beroperasi di luar negeri. Keberhasilan negosiasi ini bergantung pada kemampuan kedua negara untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, mempertimbangkan sensitivitas politik dalam negeri dan kepentingan ekonomi jangka panjang. Jalan menuju kesepakatan masih panjang dan penuh tantangan.