Pasar Asia Diambang Ketidakpastian: Analisis Pergerakan Pasar

Pasar Asia Diambang Ketidakpastian: Analisis Pergerakan Pasar

Pasar saham Asia diperkirakan akan dibuka dengan sentimen negatif pada hari Senin, mengikuti jejak Wall Street yang mengalami penurunan pada hari Jumat. Kekhawatiran atas ekonomi AS dan ancaman tarif baru dari Presiden Donald Trump telah menyelimuti pasar global. Agenda ekonomi hari ini relatif sepi, dengan data penjualan ritel Selandia Baru dan inflasi Singapura sebagai poin data utama. Selain itu, Wakil Gubernur Bank Sentral Selandia Baru, Christian Hawkesby, dijadwalkan akan berbicara di Wellington.

Dampak Pemilu Jerman dan Data Ekonomi AS

Hasil pemilu Jerman, yang dimenangkan oleh kubu konservatif oposisi dan menunjukkan perolehan suara terbaik sepanjang sejarah bagi partai sayap kanan Alternative for Germany (AfD), turut mewarnai sentimen pasar. Suasana pasar pada hari Senin akan diwarnai oleh kekhawatiran dan ketidakpastian, mendorong investor untuk mencari aset aman seperti obligasi, emas, dan dolar AS. Kontrak berjangka saham Jepang menunjukkan penurunan 1,75% pada pembukaan.

Data ekonomi AS dan Eropa yang lebih lemah dari perkiraan pada hari Jumat telah menetapkan nada negatif ini. Meskipun muncul tanda-tanda positif terkait kemungkinan kesepakatan damai Rusia-Ukraina yang ditengahi AS, hal ini tampaknya tidak cukup untuk memperbaiki sentimen pasar. Rendimen Treasury turun minggu lalu, harga emas naik untuk minggu kedelapan—rekor terbaik sejak 2020—mendekati $3.000 per ons, sementara dolar AS menghentikan penurunannya baru-baru ini.

Rotasi Investasi: Dari Wall Street ke Eropa dan Asia?

Nasdaq turun 2,5%, penurunan terburuk dalam tiga bulan terakhir, tertinggal dari rekan-rekannya di pasar global. Ini menunjukkan bahwa keunggulan AS yang selama ini menjadi ciri khas pasar saham global dalam beberapa tahun terakhir mungkin telah mencapai puncaknya. Strategi Bank of America menjuluki kelompok saham teknologi besar AS ("Magnificent Seven") sebagai "Lagnificent Seven," mengingatkan kita pada perlambatan kinerja mereka.

Indeks MSCI World turun 1% minggu lalu, sementara saham zona euro hanya turun 0.3% setelah mencapai rekor tertinggi baru. Indeks MSCI Asia ex-Japan naik 1,5% untuk keuntungan mingguan keenam berturut-turut, performa terbaik sejak November 2022. Terlihat adanya pergeseran investasi dari Wall Street ke Eropa dan Asia. Hal ini bisa dimaklumi mengingat saham AS dinilai terlalu mahal, valuasinya tinggi, dan posisi investasinya sudah terlampau besar. Eropa dan Asia tampak lebih menarik.

Dana ekuitas Eropa yang dilacak EPFR pada minggu ketiga Februari mencatat arus masuk terbesar sejak awal 2022, dan saham teknologi China yang terdaftar di Hong Kong telah melonjak 35% dalam enam minggu terakhir. Momentum ini kemungkinan tidak akan bertahan lama, dan minggu depan mungkin akan terjadi koreksi. Namun, indeks utama di China daratan, Jepang, dan India masih berada di zona negatif untuk tahun ini. Apakah nilai tukar mereka yang lemah akan menarik arus masuk investasi?

Sentimen Positif dan Risiko Geopolitik

Pertemuan Presiden Xi Jinping dengan para pemimpin teknologi dan bisnis China minggu lalu disambut positif oleh investor. Sentimen positif ini tampaknya mengimbangi kekhawatiran seputar yuan dan ketidakpastian seputar ancaman tarif AS dan potensi perang dagang.

Berikut perkembangan kunci yang dapat memberikan arah lebih lanjut pada pasar Asia pada hari Senin:

  • Hasil pemilu Jerman
  • Indeks Ifo Jerman (Februari)
  • Inflasi Singapura (Januari)

Meskipun terdapat beberapa sinyal positif, pasar Asia tetap berada dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian. Pergeseran investasi dari AS ke pasar lain, dikombinasikan dengan perkembangan geopolitik dan data ekonomi yang beragam, akan terus membentuk lanskap pasar dalam minggu-minggu mendatang. Investor perlu waspada dan memantau perkembangan ini dengan seksama.