Perang Dagang AS-China: Eskalasi Tarif dan Harapan De-eskalasi
Perang Dagang AS-China: Eskalasi Tarif dan Harapan De-eskalasi
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China telah menimbulkan kekhawatiran resesi global. Tarif tinggi yang diberlakukan oleh kedua negara dinilai tidak berkelanjutan dan mendesak perlunya negosiasi untuk menurunkan hambatan perdagangan. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa tarif sebesar 145% pada produk China dan 125% pada produk AS harus diturunkan sebelum pembicaraan perdagangan dapat dilakukan. Ia menegaskan bahwa Presiden Trump tidak akan mengambil langkah penurunan tarif secara sepihak. Bessent menekankan bahwa level tarif saat ini sama halnya dengan embargo, dan putusnya hubungan dagang antara kedua negara tidak menguntungkan siapa pun.
Tanda-tanda De-eskalasi dan Spekulasi Pasar
Meskipun belum ada tanda-tanda dimulainya negosiasi formal, Gedung Putih menunjukkan sinyal keterbukaan untuk mendiskusikan pengurangan signifikan tarif impor dari China guna mendorong negosiasi dengan Beijing. Sumber yang dekat dengan pembicaraan menyatakan bahwa Gedung Putih bersedia melakukan pemotongan tarif, namun tidak akan bertindak sendiri. Meskipun sumber tersebut tidak mengungkapkan angka pasti, Wall Street Journal melaporkan bahwa angka tersebut bisa serendah 50%. Namun, juru bicara Gedung Putih membantah laporan tersebut sebagai spekulasi semata, dan menegaskan bahwa informasi resmi mengenai tarif akan disampaikan langsung oleh Presiden Trump. Presiden Trump sendiri menyatakan komitmen untuk mencapai kesepakatan yang adil dengan China, tanpa merinci detailnya. Tingkat tarif yang lebih rendah sekalipun, seperti yang dikabarkan oleh Wall Street Journal, kemungkinan masih cukup tinggi untuk menghambat sebagian besar perdagangan antara dua ekonomi terbesar di dunia. Hal ini telah terbukti dengan pembatalan 30% pengiriman barang dari China ke AS oleh perusahaan pelayaran Jerman, Hapag-Lloyd.
Dampak pada Pasar dan Ekonomi Global
Ketidakpastian kebijakan perdagangan Trump telah menimbulkan dampak negatif di pasar keuangan global. Indeks S&P 500, misalnya, mengalami peningkatan signifikan setelah munculnya sinyal de-eskalasi, namun masih berada di bawah rekor penutupan Februari. Jim Baird dari Plante Moran Financial Advisors mencatat bahwa ketidakpastian politik dan kebijakan menjadi faktor utama yang memengaruhi ekonomi jangka pendek. Bessent memperkirakan bahwa kepastian mengenai tingkat tarif akhir akan tercapai pada kuartal ketiga tahun ini. Selain tarif tinggi pada produk China, Trump juga telah menerapkan tarif 10% pada semua impor AS lainnya dan bea masuk yang lebih tinggi pada baja, aluminium, dan otomotif. Ia juga menangguhkan tarif yang ditargetkan pada puluhan negara lain hingga 9 Juli dan mempertimbangkan untuk mengenakan bea masuk tambahan pada produk farmasi dan semikonduktor. Hal ini telah mengganggu pasar keuangan dan meningkatkan kekhawatiran resesi.
Reaksi Internasional dan Perkiraan Lembaga Keuangan
Uni Eropa, yang terancam dengan tarif 20% dari AS, menyatakan akan merespon dengan tarif balasan jika tidak dapat mencapai kesepakatan dengan AS sebelum batas waktu 9 Juli. Menteri ekonomi Uni Eropa, Valdis Dombrovskis, menyatakan bahwa blok perdagangan 27 negara tersebut telah menawarkan untuk membeli lebih banyak gas alam cair dari AS dan mengurangi tarif pada barang-barang tertentu. Negara-negara lain juga berupaya untuk bernegosiasi. Vietnam, misalnya, telah melakukan pembicaraan dengan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer. Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa tarif akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan utang di seluruh dunia. S&P Global menemukan bahwa aktivitas bisnis AS melambat ke level terendah dalam 16 bulan pada April, sementara harga barang dan jasa melonjak. The Federal Reserve mencatat aktivitas ekonomi AS yang stabil selama bulan lalu, meskipun terdapat ketidakpastian yang meluas terkait perdagangan. Survei bank sentral tersebut menemukan penurunan jumlah wisatawan internasional di beberapa daerah, dan prospek di beberapa dari 12 distrik regional Fed "memburuk secara signifikan." Sebuah jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan penurunan persetujuan publik terhadap kinerja ekonomi Trump, dengan hanya 37% responden yang menyetujui penanganan ekonomi oleh presiden, turun dari 42% saat ia menjabat pada Januari. Perang dagang ini menunjukkan kompleksitas hubungan ekonomi global dan dampaknya yang luas terhadap berbagai negara dan sektor. Ketidakpastian yang terus berlanjut hanya akan memperparah situasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi global.