Perburuan Internasional: Argentina Buru 61 Warga Brazil Terkait Kerusuhan Brasilia

Perburuan Internasional: Argentina Buru 61 Warga Brazil Terkait Kerusuhan Brasilia

Argentina telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap 61 warga negara Brasil yang menjadi buronan di negara asal mereka. Para buronan ini diduga terlibat dalam penyerbuan gedung-gedung pemerintah di Brasilia pada Januari 2023, yang dilakukan oleh pendukung mantan Presiden sayap kanan Jair Bolsonaro. Informasi ini diungkapkan oleh sumber di Argentina pada hari Sabtu.

Penangkapan dan Permintaan Ekstradisi

Sejauh ini, dua orang telah ditangkap dan menghadapi hukuman penjara di Brasil. Sumber yudisial di Argentina yang berbicara dengan Reuters, namun meminta namanya dirahasiakan karena tidak berwenang untuk berbicara secara publik, mengonfirmasi hal ini. Permintaan ekstradisi dari otoritas yudisial Brasil diterima Argentina bulan lalu.

Insiden 8 Januari 2023, seminggu setelah Presiden sayap kiri Luiz Inacio Lula da Silva menjabat, menyaksikan beberapa ribu pendukung Bolsonaro menyerbu dan merusak gedung Kongres, istana kepresidenan, dan Mahkamah Agung. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran global tentang stabilitas politik Brasil dan potensi dampak internasionalnya.

Motif Pelarian dan Harapan Suaka

Banyak perusuh melarikan diri ke Argentina, berharap menemukan perlindungan di bawah pemerintahan Presiden sayap kanan Javier Milei. Kepolisian federal Brasil menyatakan pada bulan Juni bahwa mereka memperkirakan antara 50 hingga 100 pendukung Bolsonaro yang didakwa dengan vandalisme dan pemberontakan telah memasuki Argentina untuk menghindari konsekuensi hukum. Banyak dari mereka memiliki vonis dari Mahkamah Agung Brasil dengan hukuman berat.

Senator Hamilton Mourao, mantan wakil presiden Bolsonaro, mengatakan pada saat itu bahwa mereka yang melarikan diri ke Argentina tidak percaya akan mendapatkan persidangan yang adil di Brasil. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas tentang sistem peradilan Brasil di mata sebagian pendukung Bolsonaro. Pernyataan ini juga menyoroti bagaimana polarisasi politik di Brasil telah memicu perselisihan hukum yang meluas.

Persamaan dengan Serangan Gedung Capitol AS

Kerusuhan Brasilia memiliki kemiripan dengan serangan 6 Januari 2021 terhadap Gedung Capitol AS oleh pendukung mantan Presiden Donald Trump. Meskipun konteks politiknya berbeda, kedua peristiwa tersebut menandai meningkatnya polarisasi politik dan kekerasan yang dipicu oleh narasi politik yang memecah belah.

Otoritas Brasil menangkap sekitar 3.000 orang setelah kerusuhan tersebut, dan sekitar setengahnya masih dipenjara. Jumlah ini menunjukkan skala besarnya aksi kekerasan dan luasnya jaringan pendukung Bolsonaro yang terlibat.

Eskalasi Ketegangan dan Penolakan Amnesti

Kekerasan politik kembali meningkat minggu lalu setelah upaya serangan bom di Mahkamah Agung Brasil. Peristiwa ini menjadi pengingat akan penyerbuan gedung oleh pendukung Bolsonaro tahun lalu dan memperkuat konsensus di Kongres untuk menolak proposal amnesti bagi para peserta serangan 2023. Penolakan amnesti ini menunjukkan tekad pemerintah Brasil untuk menuntut pertanggungjawaban para pelaku kekerasan politik.

Perburuan internasional terhadap para buronan ini menggarisbawahi kerja sama internasional yang diperlukan untuk mengatasi kekerasan politik transnasional. Kasus ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi negara-negara dalam menghadapi para pelaku kekerasan politik yang berupaya menghindari keadilan dengan melarikan diri ke luar negeri. Keberhasilan Argentina dalam menangkap para buronan akan menjadi preseden penting bagi kerja sama hukum internasional dalam menangani kasus-kasus serupa di masa mendatang. Kasus ini juga menjadi sorotan bagi pentingnya kerja sama internasional dalam menegakkan hukum dan keadilan. Argentina, melalui aksi penangkapan ini, menunjukkan komitmennya dalam mendukung penegakan hukum internasional dan melawan impunitas bagi pelaku kekerasan politik. Proses ekstradisi yang sedang berlangsung akan menjadi ujian bagi hubungan bilateral Brasil-Argentina dan efektivitas kerja sama hukum regional dalam menghadapi tantangan keamanan yang kompleks.