Perjanjian Damai di Kaukasus: Jalan Menuju Perdamaian atau Titik Awal Konflik Baru?
Perjanjian Damai di Kaukasus: Jalan Menuju Perdamaian atau Titik Awal Konflik Baru?
Kesepakatan Trump dan Tantangan Geopolitik di Kaukasus
Kesepakatan damai antara Azerbaijan dan Armenia, yang difasilitasi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, telah memicu gelombang reaksi beragam di kawasan tersebut. Perjanjian ini, yang dijuluki "Trump Route for International Peace and Prosperity" (TRIPP), menjanjikan sebuah koridor transit yang melintasi Armenia selatan, menghubungkan Azerbaijan dengan eksklave Nakhchivan dan selanjutnya ke Turki. Amerika Serikat akan memiliki hak pengembangan eksklusif atas koridor ini, yang diklaim akan memfasilitasi peningkatan ekspor energi dan sumber daya lainnya. Namun, potensi keuntungan ekonomi ini berhadapan dengan tantangan geopolitik yang kompleks dan potensi konflik baru.
Reaksi Iran: Ancaman dan Kekhawatiran Keamanan
Iran, negara yang berbatasan langsung dengan wilayah tersebut, menyatakan keberatan keras terhadap proyek TRIPP. Ali Akbar Velayati, penasihat tinggi Pemimpin Tertinggi Iran, mengancam akan memblokir koridor tersebut. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keamanan regional dan keberhasilan rencana perdamaian tersebut. Velayati bahkan menyebut koridor ini sebagai "kuburan bagi tentara bayaran Trump". Meskipun Kementerian Luar Negeri Iran sebelumnya menyambut kesepakatan tersebut sebagai langkah penting menuju perdamaian regional yang langgeng, tetapi mereka memperingatkan terhadap intervensi asing di dekat perbatasan Iran yang dapat merusak keamanan dan stabilitas regional. Latihan militer yang dilakukan di Iran barat laut, menurut Velayati, menunjukkan kesiapan dan tekad Iran untuk mencegah perubahan geopolitik apa pun yang dianggap mengancam. Kendati demikian, para analis dan pihak internal meragukan kemampuan militer Iran untuk benar-benar memblokir koridor tersebut, mengingat tekanan AS yang terus meningkat terhadap program nuklir Iran dan dampak perang 12 hari dengan Israel pada Juni lalu.
Rusia: Mengajukan Pendekatan Regional
Rusia, sekutu tradisional Armenia dan aktor kunci di Kaukasus, tidak dilibatkan dalam perundingan di Gedung Putih. Meskipun menyatakan dukungan terhadap KTT tersebut, Rusia mengusulkan pendekatan yang berbeda. Moskow menekankan pentingnya solusi yang dikembangkan oleh negara-negara di kawasan itu sendiri, dengan dukungan dari negara tetangga terdekat seperti Rusia, Iran, dan Turki. Rusia tampaknya ingin menghindari pengulangan apa yang disebutnya sebagai "pengalaman menyedihkan" upaya Barat dalam mediasi konflik di Timur Tengah. Kehadiran pasukan penjaga perbatasan Rusia di perbatasan Armenia-Iran menjadi faktor penting yang memperumit situasi dan menunjukkan kompleksitas geopolitik di kawasan tersebut.
Azerbaijan dan Armenia: Harapan Perdamaian dan Tantangan Konstitusional
Azerbaijan menyambut baik kesepakatan tersebut dengan antusias. Duta Besar Azerbaijan untuk Inggris, Elin Suleymanov, menyebutnya sebagai "perubahan paradigma" yang akan mentransformasi konektivitas dan kemakmuran kawasan. Ia memprediksi berakhirnya permusuhan dan dimulainya era perdamaian yang langgeng. Namun, ia juga mengakui satu kendala yang tersisa: amandemen konstitusi Armenia untuk menghapus rujukan terhadap Nagorno-Karabakh. Azerbaijan siap untuk menandatangani perjanjian damai segera setelah Armenia memenuhi komitmen dasar ini.
Armenia, di bawah kepemimpinan Nikol Pashinyan, juga menyatakan dukungannya terhadap kesepakatan tersebut. Pashinyan menyebut KTT Washington sebagai jalan untuk mengakhiri konflik selama beberapa dekade dan membuka koneksi transportasi yang akan membuka peluang ekonomi strategis. Namun, belum ada tanggal pasti untuk referendum perubahan konstitusi, yang direncanakan sebelum pemilihan parlemen pada Juni 2026.
Pertanyaan yang Belum Terjawab dan Potensi Hambatan
Meskipun optimisme yang ditunjukkan oleh beberapa pihak, banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai kelancaran implementasi TRIPP. Joshua Kucera dari International Crisis Group mencatat bahwa perjanjian tersebut meninggalkan banyak detail yang belum jelas. Mekanisme pemeriksaan bea cukai, keamanan, dan akses timbal balik Armenia ke wilayah Azerbaijan masih belum terdefinisi dengan baik. Hal ini dapat menjadi batu sandungan yang serius dalam pelaksanaan proyek tersebut. Lebih lanjut, peran dan pengaruh Rusia di Armenia, yang masih memiliki kepentingan keamanan dan ekonomi yang luas di negara tersebut, juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan.
Kesimpulannya, kesepakatan damai antara Azerbaijan dan Armenia yang difasilitasi oleh AS menjanjikan prospek ekonomi yang menjanjikan, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran dan tantangan geopolitik yang kompleks. Reaksi Iran, peran Rusia, dan kebutuhan amandemen konstitusi Armenia menunjukkan bahwa jalan menuju perdamaian yang langgeng di Kaukasus masih jauh dan penuh dengan ketidakpastian. Keberhasilan perjanjian ini sangat bergantung pada kemampuan semua pihak untuk mengatasi perbedaan pendapat dan bekerja sama untuk mewujudkan visi perdamaian dan kemakmuran regional.