Perkembangan Perang Rusia-Ukraina: Eskalasi Konflik dan Perundingan Damai yang Terhambat

Perkembangan Perang Rusia-Ukraina: Eskalasi Konflik dan Perundingan Damai yang Terhambat

Perang di Ukraina terus berlanjut dengan intensitas tinggi, ditandai oleh kemajuan pasukan Rusia di wilayah Dnipropetrovsk dan serangkaian tuduhan saling menyalahkan antara kedua belah pihak mengenai negosiasi perdamaian dan pertukaran jenazah prajurit. Meskipun ada pembicaraan tentang perdamaian, konflik justru semakin meningkat dengan Rusia yang menguasai lebih banyak wilayah Ukraina, sementara Ukraina melancarkan serangan drone dan sabotase besar-besaran terhadap armada pembom berkemampuan nuklir Rusia, serta serangan terhadap jalur kereta api menurut klaim Moskow.

Kemajuan Pasukan Rusia dan Pertahanan Ukraina

Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan bahwa unit Divisi Tank ke-90 dari Kelompok Pusat pasukan Rusia telah mencapai perbatasan barat wilayah Donetsk Ukraina dan menyerang wilayah Dnipropetrovsk yang berdekatan. Hal ini menunjukkan ambisi Rusia untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Angka-angka yang dihimpun dari peta sumber terbuka pro-Ukraina menunjukkan bahwa Rusia telah menguasai lebih dari 190 kilometer persegi wilayah Sumy di timur laut Ukraina dalam waktu kurang dari sebulan.

Pihak Ukraina, melalui Pasukan Pertahanan Selatan, menyatakan bahwa pasukan mereka dengan berani dan profesional mempertahankan wilayah mereka, menggagalkan rencana pendudukan Rusia. Mereka menegaskan bahwa pertahanan terus berlangsung tanpa henti. Peta Deep State pro-Ukraina menunjukkan pasukan Rusia berada sangat dekat dengan wilayah Dnipropetrovsk, yang memiliki populasi lebih dari 3 juta jiwa sebelum perang, dan sedang bergerak maju menuju kota Kostyantynivka di wilayah Donetsk dari beberapa arah. Juru bicara militer Ukraina, Dmytro Zaporozhets, menyatakan bahwa pasukan Rusia berusaha membangun jembatan pijakan untuk serangan ke Kostyantynivka, sebuah pusat logistik penting bagi militer Ukraina.

Dmitry Medvedev, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, menyatakan bahwa serangan ke Dnipropetrovsk menunjukkan bahwa jika Ukraina tidak mau menerima kenyataan keuntungan teritorial Rusia dalam pembicaraan damai, maka pasukan Moskow akan terus maju. Hal ini semakin memperlihatkan kebuntuan negosiasi damai dan kecenderungan Rusia untuk menyelesaikan konflik melalui kekuatan militer.

Perselisihan Terkait Pertukaran Tawanan Perang dan Jenazah

Ketegangan semakin meningkat dengan munculnya perselisihan mengenai pertukaran tawanan perang dan pemulangan jenazah sekitar 12.000 tentara yang tewas. Rusia menuduh Ukraina menunda proses tersebut, sementara Ukraina membantah tuduhan tersebut. Rusia kemudian menyatakan telah memindahkan jenazah menuju perbatasan, dan televisi Rusia menayangkan truk-truk berpendingin berisi jenazah tentara Ukraina di jalan raya di wilayah Bryansk. Pejabat Ukraina menuduh Rusia menggunakan hal ini sebagai alat politik. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, menegaskan komitmennya untuk melanjutkan pertukaran tawanan dan menyatakan bahwa Rusia memainkan permainan politik yang kotor, bahkan dalam hal kemanusiaan. Ia menekankan pentingnya pertukaran tawanan dan mengungkapkan keraguan terhadap upaya internasional untuk perdamaian jika Rusia tidak menghormati kesepakatan, bahkan dalam masalah kemanusiaan.

Zelenskyy juga melaporkan situasi yang sulit di daerah yang mengalami pertempuran berat, termasuk di dekat Pokrovsk, yang telah menjadi sasaran serangan Moskow selama berbulan-bulan. Ia menekankan pentingnya ketahanan unit militer Ukraina dalam menghadapi situasi yang sulit ini. Pernyataan Zelenskyy ini menegaskan betapa kompleks dan beratnya situasi di medan perang.

Sikap Amerika Serikat dan Peringatan Serangan Balasan Rusia

Presiden Amerika Serikat, saat itu Donald Trump, mengungkapkan pandangannya tentang konflik tersebut sebagai pertikaian anak-anak dan menyiratkan kemungkinan membiarkan konflik tersebut berlanjut. Pernyataan ini mencerminkan beragam pandangan internasional terhadap konflik tersebut. Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyatakan keraguannya terhadap keinginan pemimpin Ukraina untuk perdamaian setelah menuduh mereka memerintahkan pengeboman di Bryansk, Rusia barat, yang menewaskan tujuh orang dan melukai 115 orang sehari sebelum pembicaraan di Turki.

Ukraina, yang belum mengomentari serangan terhadap jembatan Bryansk, juga menuduh Moskow tidak secara serius mencari perdamaian, dengan alasan adanya perlawanan Rusia terhadap gencatan senjata segera. Rusia menuntut pengakuan internasional atas Krimea, semenanjung yang dianeksasi dari Ukraina pada tahun 2014, dan empat wilayah Ukraina lainnya yang diklaim Moskow sebagai wilayahnya sendiri. Ukraina harus menarik pasukannya dari semua wilayah tersebut sebagai syarat perdamaian menurut Rusia.

Pada tanggal 7 Juni, peta Deep State menunjukkan Rusia menguasai 113.273 kilometer persegi atau 18,8% wilayah Ukraina, area yang lebih besar dari negara bagian Virginia, Amerika Serikat. Wilayah-wilayah yang dikuasai Rusia meliputi Krimea, lebih dari 99% wilayah Luhansk, lebih dari 70% wilayah Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson, semuanya di timur atau tenggara, dan sebagian wilayah Kharkiv dan Sumy di timur laut. Putin memperingatkan tentang balasan atas serangan drone Ukraina terhadap armada pembom Rusia dan pengeboman jalur kereta api. Zelenskyy memperingatkan warga Ukraina untuk waspada terhadap peringatan serangan udara dalam beberapa hari mendatang. Pejabat AS memperkirakan bahwa serangan balasan Rusia yang signifikan dan multi-pronged akan terjadi sebagai respons atas tindakan Ukraina. Situasi ini menunjukkan betapa rumit dan penuh ketidakpastiannya masa depan konflik Rusia-Ukraina.