Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Asia: Tantangan dan Strategi Negara-Negara Utama
Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Asia: Tantangan dan Strategi Negara-Negara Utama
Tiongkok: Menunggu Momentum yang Tepat untuk Stimulus Ekonomi
Tekanan penurunan harga yang berkelanjutan dan permintaan pinjaman yang lesu memberikan alasan kuat untuk pelonggaran moneter lebih lanjut di Tiongkok. Namun, ekonom ING berpendapat bahwa Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) mungkin memilih untuk menunda langkah tersebut hingga waktu yang lebih tepat. Mereka tetap memperkirakan penurunan suku bunga sebesar 10 basis poin dan pengurangan rasio cadangan wajib sebesar 50 basis poin sebelum akhir tahun. Perhatian juga tertuju pada KTT Uni Eropa-Tiongkok, yang diselenggarakan di tengah meningkatnya ketegangan bilateral. Kedua belah pihak telah berselisih mengenai tindakan perdagangan timbal balik yang melibatkan produk-produk seperti brendi dan kendaraan listrik. Situasi ini menambah kompleksitas dalam pengambilan keputusan kebijakan moneter Tiongkok, karena stabilitas ekonomi domestik harus diimbangi dengan hubungan internasional yang tegang. Ketidakpastian ini menciptakan tantangan tersendiri bagi PBOC dalam menentukan waktu yang tepat untuk intervensi kebijakan moneter.
Korea Selatan: Pemulihan Ekonomi dan Dukungan Kebijakan
Bank of Korea (BOK) akan merilis data PDB kuartal kedua pada hari Kamis. Ekonomi Korea Selatan diperkirakan akan pulih setelah mengalami kontraksi pada kuartal pertama. Dukungan dari pelonggaran kebijakan bank sentral dan stimulus fiskal pemerintah kemungkinan berkontribusi pada ekspansi kuartal kedua, setelah PDB menyusut 0,2% secara kuartalan dan stagnan di 0,0% secara tahunan pada kuartal pertama, kata para ekonom. Parlemen negara tersebut mengesahkan anggaran tambahan pertama untuk tahun 2025 pada awal Mei, dan BOK memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada akhir bulan itu. Sebagian besar ekonom mengharapkan dukungan moneter dan fiskal yang berkelanjutan, karena ekonomi yang bergantung pada ekspor menghadapi hambatan dari tarif luas pemerintahan Trump dan permintaan domestik yang lesu. Analis Nomura mengatakan bahwa anggaran tambahan kedua pada Juli dapat mendorong BOK untuk menaikkan perkiraan pertumbuhan PDB-nya menjadi 1,0% dari 0,8%. Ekonomi tumbuh 2,0% pada tahun 2024. Strategi pemerintah yang menggabungkan kebijakan moneter dan fiskal menjadi kunci dalam menghadapi tantangan eksternal dan internal ini.
Malaysia: Mengelola Inflasi di Tengah Perubahan Pajak
Departemen statistik Malaysia akan merilis data IHK Juni pada Selasa sore. Inflasi Juni diperkirakan akan mereda menjadi 1,1% dari 1,2% pada Mei, di tengah melemahnya harga pangan dan transportasi, kata ekonom ANZ Bansi Madhavani. Pajak penjualan yang diperluas Malaysia, yang berlaku mulai 1 Juli, mencakup pajak 5% untuk impor yang hampir penting seperti makanan dan mesin, dan 10% untuk barang mewah dan alkohol. Namun, ruang lingkupnya yang terbatas berarti dampak inflasi seharusnya minimal, katanya. ANZ memperkirakan inflasi Malaysia akan tetap terkendali sekitar 2,0% pada tahun 2025. Pengaruh pajak baru ini terhadap daya beli konsumen dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan perlu dipantau secara cermat.
Singapura: Menjaga Stabilitas Harga di Tengah Tekanan Inflasi
Singapura akan merilis data inflasi Juni pada hari Rabu, dengan pasar memperhatikan tanda-tanda pelemahan tekanan harga. Inflasi inti kemungkinan tetap lesu, meskipun sedikit meningkat, kata Barclays dalam sebuah catatan. Mereka mengharapkan kenaikan yang lebih nyata pada inflasi utama, didorong oleh premi sertifikat hak kepemilikan yang lebih tinggi untuk kepemilikan mobil. Meskipun bank sentral Singapura tidak memiliki target inflasi yang eksplisit, bank tersebut menganggap inflasi inti sedikit di bawah 2% konsisten dengan stabilitas harga secara keseluruhan. Tantangan bagi Singapura terletak pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi, mengingat sensitivitas harga barang impor dan dampaknya terhadap daya beli konsumen. Pengaruh kenaikan harga mobil, sebagai contoh, perlu dianalisis lebih lanjut dalam konteks dampaknya terhadap keseluruhan inflasi.
Kesimpulannya, negara-negara Asia menghadapi tantangan ekonomi yang beragam, mulai dari tekanan deflasi hingga mengelola inflasi. Respon kebijakan masing-masing negara mencerminkan konteks ekonomi domestik dan strategi jangka panjang mereka dalam menghadapi ketidakpastian global. Pemantauan berkelanjutan terhadap data ekonomi dan perkembangan geopolitik akan menjadi kunci dalam memahami dinamika ekonomi regional dan dampaknya terhadap pertumbuhan global.