Perlambatan Rali Dolar AS Menjelang Data Inflasi

Perlambatan Rali Dolar AS Menjelang Data Inflasi

Pasar mata uang global menyaksikan perlambatan dalam reli dolar AS pada hari Rabu. Kehati-hatian pelaku pasar menjelang rilis data inflasi konsumen AS yang sangat dinantikan menjadi penyebab utama. Keengganan untuk mengambil posisi baru yang signifikan terlihat jelas di awal sesi perdagangan Asia, setelah dolar AS mengalami penurunan semalam dan menjauh dari puncak tertinggi lebih dari dua tahun terhadap sekeranjang mata uang utama pada awal pekan. Penurunan ini sebagian disebabkan oleh data harga produsen AS yang lebih rendah dari perkiraan, yang turut menurunkan imbal hasil obligasi Treasury.

Euro dan Sterling Menghadapi Tekanan

Terhadap dolar AS, euro berada jauh dari level terendah lebih dari dua tahun terakhir, terakhir diperdagangkan pada $1,0301. Poundsterling mengalami penurunan 0,09% menjadi $1,2205, terus berada di bawah tekanan akibat kenaikan biaya pinjaman di dalam negeri dan kekhawatiran tentang kesehatan fiskal Inggris. Data inflasi Inggris yang juga akan dirilis pada hari Rabu akan dipantau ketat oleh investor, karena kekhawatiran tentang tekanan harga domestik dan ekonomi yang lemah semakin menekan Menteri Keuangan Rachel Reeves.

Antisipasi Data Inflasi AS dan Dampaknya

Di Amerika Serikat, pasar memperkirakan kenaikan harga konsumen inti sebesar 0,2% secara bulanan untuk bulan Desember. Kejutan positif apa pun dapat semakin membatasi ruang untuk penurunan suku bunga Federal Reserve tahun ini. Rilis data inflasi ini menyusul laporan ketenagakerjaan yang kuat pekan lalu, yang menggarisbawahi kekuatan ekonomi AS dan menyebabkan pelaku pasar mengurangi secara signifikan taruhan mereka pada pelonggaran lebih lanjut oleh Fed.

Meskipun demikian, analis menyatakan bahwa dampak apa pun terhadap mata uang dari laporan inflasi kemungkinan akan berumur pendek. Fokus pasar tetap terutama pada kembalinya Presiden terpilih AS Donald Trump ke Gedung Putih dan rencananya, khususnya terkait tarif. "Pasar masih melihat ke depan pada kebijakan pemerintahan yang akan datang dan dampaknya terhadap harga," kata Carol Kong, seorang ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia. "Meskipun pejabat FOMC terdengar lebih hati-hati tentang penurunan suku bunga baru-baru ini, mereka sebenarnya tidak terlalu khawatir dengan pembacaan inflasi baru-baru ini. Mereka sebenarnya lebih khawatir tentang prospek inflasi di masa mendatang di bawah masa jabatan Trump kedua."

Dampak Kebijakan Trump dan Kenaikan Yield Treasury

Menjelang pelantikan Trump pada 20 Januari, investor sangat sensitif terhadap berita utama seputar rencana kebijakannya, yang diperkirakan analis akan memicu inflasi di ekonomi terbesar di dunia. Ancaman tarif bersamaan dengan ekspektasi penurunan suku bunga Fed yang lebih sedikit telah mengangkat imbal hasil Treasury dan mendukung dolar AS. Terhadap sekeranjang mata uang, dolar AS terakhir sedikit lebih tinggi pada 109,23, tetapi masih jauh dari puncak Senin di 110,17, level terkuat sejak November 2022.

Yen, Dolar Australia dan Selandia Baru

Yen Jepang sedikit berubah pada 157,98 per dolar, setelah mendapat dukungan dari prospek kenaikan suku bunga dari Bank of Japan minggu depan. Dolar Australia mempertahankan sebagian dari kenaikan semalam dan diperdagangkan pada $0,6186. Sementara itu, dolar Selandia Baru turun 0,05% menjadi $0,5601. Pergerakan mata uang ini mencerminkan kompleksitas pasar valuta asing yang dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi dan politik global. Ketidakpastian seputar kebijakan ekonomi AS di bawah pemerintahan Trump tetap menjadi faktor dominan yang akan terus membentuk arah pergerakan nilai tukar mata uang dunia dalam beberapa waktu mendatang. Analisis yang lebih mendalam diperlukan untuk memahami implikasi jangka panjang dari perkembangan ini, termasuk dampaknya pada perdagangan internasional dan investasi global. Perkembangan ekonomi domestik di berbagai negara juga akan memainkan peran penting dalam menentukan arah pasar mata uang di masa depan.