Ramalan Kebijakan Moneter dan Data Perdagangan di Asia

Ramalan Kebijakan Moneter dan Data Perdagangan di Asia

Indonesia: Ketidakpastian Kurs Rupiah dan Kebijakan BI

Bank Indonesia dijadwalkan mengumumkan keputusan kebijakan moneternya pada hari Rabu. Secara luas, diperkirakan bank sentral akan mempertahankan suku bunga setelah dua kali pemotongan berturut-turut. Analis dari Maybank, Brian Lee Shun Rong dan Chua Hak Bin, menulis bahwa Bank Indonesia telah turun tangan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan mungkin akan menghentikan pelonggaran lebih lanjut hingga volatilitas mereda. Mereka menambahkan bahwa bank sentral juga menggunakan alat-alat likuiditas seperti pembelian obligasi pemerintah dan sekuritas jangka pendek untuk dukungan lebih lanjut.

Meskipun demikian, Maybank masih memperkirakan pemotongan tambahan sebesar 50 basis poin hingga akhir tahun. Proyeksi ini menempatkan suku bunga acuan pada 5% pada tahun 2025 dan 4,5% pada akhir tahun 2026. Prediksi ini sejalan dengan ekspektasi pelemahan dolar AS di tengah antisipasi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve. Keputusan BI akan sangat bergantung pada perkembangan nilai tukar rupiah dan inflasi domestik. Stabilitas makro ekonomi menjadi prioritas utama, sehingga kemungkinan besar BI akan cenderung menahan diri dari langkah-langkah pelonggaran yang agresif. Pasar akan mencermati pidato Gubernur BI untuk mencari petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter ke depan.

Taiwan: Pertumbuhan Kuat dan Ekspektasi Suku Bunga Stabil

Bank sentral Taiwan akan mengumumkan keputusan suku bunga triwulanannya pada hari Kamis. Para ekonom secara bulat memperkirakan suku bunga akan dipertahankan stabil. Tekanan inflasi terkendali, sementara pertumbuhan ekonomi tetap kuat berkat permintaan eksternal yang kokoh. ANZ baru-baru ini menaikkan perkiraan pertumbuhan PDB tahunan Taiwan menjadi 6,2% untuk tahun 2025. Pasar akan mencari sinyal mengenai waktu pemotongan suku bunga di masa mendatang. Ekonom Barclays memperkirakan jendela waktu tercepat untuk pelonggaran pada bulan Desember, diikuti oleh dua pemotongan lagi pada paruh pertama tahun 2026. Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan inflasi yang terkendali memberikan ruang bagi bank sentral untuk mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif. Namun, kehati-hatian tetap diperlukan mengingat ketidakpastian ekonomi global.

India: Bayang-Bayang Tarif AS dan Data Perdagangan Agustus

Data perdagangan India pada bulan Agustus menjadi fokus utama minggu ini, karena tarif baru AS menimbulkan bayang-bayang bagi prospek ekonomi. Meskipun dampak keseluruhan mungkin terbatas untuk ekonomi yang sebagian besar didorong oleh domestik, ekonom ING memperingatkan bahwa India tidak dapat meremehkan ketergantungannya pada AS, yang menyumbang 21% dari total ekspornya. Sektor padat karya seperti tekstil, kulit, dan perhiasan sangat rentan mengingat margin yang tipis dan sensitivitas harga. ING juga meragukan kemampuan Asia untuk menyerap kekurangan tersebut, mencatat bahwa perdagangan India dengan kawasan tersebut telah menyusut. Pasar akan mengamati tanda-tanda dalam data Agustus bahwa tarif telah mempengaruhi arus perdagangan. Selain itu, angka indeks harga grosir untuk Agustus akan menawarkan pengukur inflasi lainnya, yang telah menunjukkan tren pendinginan yang stabil. Pemerintah India perlu merumuskan strategi untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS dan meningkatkan diversifikasi ekspor.

Singapura: Ekspektasi Pemulihan Ekspor Non-Minyak

Singapura akan mempublikasikan data ekspor domestik non-minyak Agustus pada hari Rabu. Ekspor Juli turun 4,6% dibandingkan tahun sebelumnya, dan pasar mengamati tanda-tanda pemulihan. Barclays memperkirakan pertumbuhan akan meningkat pada Agustus karena efek basis yang menguntungkan, meskipun momentum berurutan kemungkinan tetap lemah. Data ekspor non-minyak akan menjadi indikator penting bagi kesehatan ekonomi Singapura. Perkembangan sektor manufaktur dan perdagangan internasional akan menjadi faktor kunci yang menentukan kinerja ekspor.

Malaysia: Perlambatan Pertumbuhan Ekspor dan Ancaman Tarif AS

Malaysia akan merilis data perdagangan Agustus. Barclays memperkirakan pertumbuhan ekspor akan melambat setelah kekuatan kejutan pada Juli, mempersempit surplus perdagangan. Ke depan, ekspor mungkin tetap bergejolak karena risiko bergeser dari tarif timbal balik ke langkah-langkah spesifik produk. Usulan Presiden AS Trump untuk tarif "cukup substansial" atas impor semikonduktor menimbulkan ancaman bagi Malaysia, pemasok global utama, kata analis TA Securities, Chan Mun Chun. Industri semikonduktor di Malaysia perlu mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan dampak negatif dari kebijakan proteksionis AS. Diversifikasi pasar dan peningkatan daya saing menjadi penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS.