Serangan M23 ke Goma: Pertempuran Sengit dan Krisis Kemanusiaan yang Memburuk

Serangan M23 ke Goma: Pertempuran Sengit dan Krisis Kemanusiaan yang Memburuk

Serangan Dini Hari dan Pertahanan Pasukan Kongo

Pada Sabtu pagi, kota Goma, ibu kota Provinsi Kivu Utara, Republik Demokratik Kongo (RDK), dikejutkan oleh suara-suara ledakan keras yang berasal dari pertempuran sengit di dekatnya. Pasukan Kongo berhasil menggagalkan upaya serangan dini hari yang dilancarkan oleh pemberontak M23, yang didukung oleh Rwanda, menurut dua sumber dari angkatan darat Kongo. Meskipun pertempuran sengit terjadi, situasi di kota berpenduduk lebih dari satu juta jiwa itu tampak relatif tenang pada pagi harinya. Warga mulai beraktivitas kembali, meskipun dengan kehadiran polisi yang sangat besar.

Sumber militer Kongo menyatakan bahwa pasukan mereka berhasil mempertahankan garis pertahanan dan menggagalkan serangan M23. Seorang perwira angkatan darat, yang berbicara dengan syarat anonimitas, mengungkapkan bahwa pemberontak melancarkan serangan menggunakan senjata berat, dan pasukan Kongo membalas serangan tersebut. "Kami menghentikan laju serangan mereka. Kami menjaga jarak mereka dari Goma," ujar perwira tersebut. Namun, hingga saat ini, pemerintah dan angkatan darat Kongo belum memberikan komentar resmi terkait insiden tersebut.

Eskalasi Konflik dan Peringatan Internasional

Insiden ini menandai eskalasi terbaru dari pemberontakan M23 yang telah berlangsung selama tiga tahun di wilayah timur RDK yang kaya akan mineral. Pada Januari 2024, pemberontakan ini mengalami peningkatan intensitas yang signifikan, dengan pemberontak berhasil menguasai wilayah yang lebih luas daripada sebelumnya. Pada hari Jumat sebelum serangan ke Goma, M23 bahkan secara terang-terangan menyatakan niatnya untuk merebut kota tersebut.

Eskalasi konflik ini telah memicu keprihatinan internasional yang mendalam. PBB telah memperingatkan akan risiko meluasnya perang regional. Baik Kongo, PBB, dan pihak-pihak lainnya menuduh Rwanda mendukung konflik tersebut dengan memberikan bantuan pasukan dan senjata kepada M23. Tuduhan ini dibantah oleh pihak Rwanda. Ketegangan semakin meningkat dengan tewasnya gubernur militer Kivu Utara di garis depan beberapa hari sebelum serangan, serta jatuhnya korban jiwa dari pasukan asing yang membantu RDK. Tiga tentara Afrika Selatan tewas dan 14 lainnya terluka dalam pertempuran di wilayah timur pada Kamis, menurut serikat pekerja militer mereka pada Sabtu.

Krisis Kemanusiaan yang Mencekam

Situasi yang semakin memburuk di wilayah timur RDK telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah. Menurut badan pengungsi PBB, sebanyak 400.000 orang telah mengungsi dari rumah mereka hanya dalam tahun ini saja. "Situasi yang dihadapi warga sipil Goma semakin berbahaya dan kebutuhan kemanusiaan sangat besar," kata Human Rights Watch pada Sabtu.

Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS dan Uni Eropa telah mengeluarkan peringatan keras mengenai ancaman terhadap Goma dan menyerukan kepada M23 untuk menghentikan serangannya. Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu, Uni Eropa menyatakan bahwa "Rwanda harus menghentikan dukungannya untuk M23 dan menarik diri." Namun, hingga saat ini, pemerintah Rwanda belum memberikan tanggapan.

Preseden Berbahaya dan Dampak Internasional

Perlu diingat bahwa M23 pernah berhasil menguasai Goma pada pemberontakan sebelumnya di tahun 2012. Kejadian tersebut menyebabkan pemotongan bantuan internasional ke Rwanda. Namun, bahkan saat itu, pemberontak tidak menguasai wilayah seluas yang mereka kuasai saat ini. Situasi saat ini jauh lebih mengkhawatirkan dan berpotensi memicu dampak regional yang lebih luas, baik dari segi keamanan maupun kemanusiaan. Kegagalan internasional dalam mengatasi konflik ini berpotensi memicu ketidakstabilan yang lebih besar di wilayah tersebut dan menimbulkan kerugian yang tak terhitung jumlahnya. Tekanan internasional yang lebih kuat dan koordinasi yang lebih efektif dari komunitas internasional sangat diperlukan untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dan melindungi penduduk sipil.