Tragedi di Gaza: Korban Jiwa Meningkat, Negosiasi Gencatan Senjata Buntu
Tragedi di Gaza: Korban Jiwa Meningkat, Negosiasi Gencatan Senjata Buntu
Serangan Rudal Israel Tewaskan Warga Sipil, Termasuk Anak-Anak
Sebuah serangan rudal Israel di Gaza tengah pada Minggu lalu telah menewaskan sedikitnya delapan warga Palestina, sebagian besar anak-anak, dan melukai lebih dari selusin lainnya. Pihak militer Israel menyatakan bahwa serangan tersebut menyasar seorang militan Islamic Jihad, namun terjadi malfungsi yang menyebabkan rudal jatuh "puluhan meter dari target". Meskipun militer Israel menyatakan penyesalan atas jatuhnya korban sipil dan menyatakan insiden tersebut sedang dalam penyelidikan, kenyataan pahit tetaplah: anak-anak tak berdosa menjadi korban konflik yang tak berujung.
Serangan tersebut menghantam pusat distribusi air di kamp pengungsi Nuseirat, menewaskan enam anak dan melukai 17 lainnya, menurut keterangan Ahmed Abu Saifan, seorang dokter gawat darurat di Rumah Sakit Al-Awda. Kondisi ini semakin mempersulit situasi kemanusiaan di Gaza, di mana krisis air telah memburuk dalam beberapa pekan terakhir. Kekurangan bahan bakar telah menyebabkan fasilitas desalinasi dan sanitasi ditutup, memaksa penduduk untuk mengandalkan pusat pengumpulan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam serangan terpisah di pagi hari, media Palestina melaporkan bahwa seorang konsultan rumah sakit terkemuka termasuk di antara 12 orang yang tewas akibat serangan Israel di pasar ramai di Kota Gaza. Jumlah korban tewas akibat konflik ini terus meningkat, menambah beban duka bagi masyarakat Palestina.
Korban Jiwa yang Mencengangkan dan Krisis Kemanusiaan yang Mengerikan
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa lebih dari 58.000 orang telah tewas sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas pada Oktober 2023, dengan 139 kematian tambahan dalam 24 jam terakhir. Meskipun kementerian tidak membedakan antara warga sipil dan pejuang dalam penghitungannya, mereka menyatakan bahwa lebih dari setengah dari mereka yang tewas adalah perempuan dan anak-anak. Angka ini merupakan gambaran mengerikan dari skala kerusakan dan penderitaan yang dialami oleh penduduk Gaza. Bayangkan, lebih dari 58.000 nyawa melayang, dan di antara mereka, sebagian besar adalah kaum perempuan dan anak-anak yang tak berdaya.
Krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Perang telah menyebabkan perpindahan hampir seluruh penduduk Gaza yang berjumlah lebih dari 2 juta jiwa. Ketakutan dan keputusasaan menyelimuti setiap sudut kota, sebagaimana diungkapkan oleh Anas Matar, yang kehilangan anggota keluarganya dalam serangan rudal yang menghantam rumah mereka di Kota Gaza. Keluarga tersebut telah mengungsi dari rumah mereka di pinggiran selatan setelah menerima perintah evakuasi, namun tetap tak luput dari maut. Kisah Anas Matar mencerminkan pengalaman pahit ribuan warga Gaza lainnya yang harus berjuang untuk bertahan hidup di tengah situasi yang mencekam. Tidak ada tempat yang aman di Gaza.
Negosiasi Gencatan Senjata yang Terhenti
Upaya untuk mencapai gencatan senjata tampaknya menemui jalan buntu. Kedua belah pihak, Palestina dan Israel, masih berselisih mengenai sejauh mana penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza. Meskipun perundingan tidak langsung mengenai proposal gencatan senjata 60 hari yang diajukan AS terus berlanjut di Doha, optimisme yang muncul minggu lalu tentang kemungkinan kesepakatan telah memudar. Kedua belah pihak saling menuduh sebagai pihak yang keras kepala dan enggan berkompromi. Kebuntuan ini semakin memperpanjang penderitaan rakyat Palestina yang terjebak di tengah konflik.
Perang ini dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika militan pimpinan Hamas menyerbu Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 orang, yang sebagian besar kini berada di Gaza. Sekitar 20 dari 50 sandera yang masih berada di Gaza diyakini masih hidup. Namun, negosiasi gencatan senjata yang diharapkan membawa kedamaian dan mengakhiri penderitaan warga sipil justru terhenti, menambah kepedihan bagi masyarakat yang sudah menderita. Keengganan untuk berkompromi dari kedua belah pihak hanya akan memperpanjang konflik dan menambah jumlah korban jiwa yang tak berdosa. Kemanusiaan harus diutamakan di atas segalanya.