Usulan Perundingan Langsung Rusia-Ukraina di Istanbul: Jalan Menuju Perdamaian atau Taktik Politik?
Usulan Perundingan Langsung Rusia-Ukraina di Istanbul: Jalan Menuju Perdamaian atau Taktik Politik?
Tawaran Perundingan dan Kondisi Rusia
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Minggu mengajukan proposal perundingan langsung dengan Ukraina di Istanbul pada tanggal 15 Mei. Tujuannya, menurut Putin, adalah untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan dan menghilangkan akar penyebab konflik. Pernyataan ini disampaikan di tengah konflik yang telah menewaskan ratusan ribu tentara dan menimbulkan konfrontasi terberat antara Rusia dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba 1962. Putin menegaskan bahwa Rusia mengajukan perundingan untuk "menghilangkan akar penyebab konflik" dan "mencapai pemulihan perdamaian jangka panjang dan berkelanjutan," bukan hanya gencatan senjata sementara untuk persiapan kembali. Ia menekankan bahwa Rusia mengusulkan agar Kyiv melanjutkan negosiasi langsung tanpa syarat apa pun.
Putin menambahkan bahwa ia akan berbicara dengan Presiden Turki Tayyip Erdogan untuk memfasilitasi pembicaraan yang diharapkan dapat mengarah pada gencatan senjata. Ia menuding pihak Ukraina, yang dipengaruhi oleh ambisi politik pribadi para pemimpinnya, tidak memprioritaskan kepentingan rakyatnya. Ketidakhadiran respon langsung dari Kyiv atas proposal ini semakin memperkeruh situasi.
Rusia, menurut Putin, telah beberapa kali mengusulkan gencatan senjata, termasuk moratorium serangan terhadap fasilitas energi, gencatan senjata Paskah, dan gencatan senjata 72 jam selama peringatan 80 tahun kemenangan dalam Perang Dunia Kedua. Namun, Putin menuduh Ukraina berulang kali melanggar gencatan senjata tersebut. Ia mencatat bahwa selama gencatan senjata Mei, Ukraina menyerang Rusia dengan 524 drone udara, 45 drone laut, sejumlah rudal Barat, dan Rusia telah menangkis lima serangan terhadap wilayah Rusia. Klaim ini, tentu saja, bertolak belakang dengan pernyataan Ukraina yang menuduh Rusia yang melanggar gencatan senjata dan menuntut gencatan senjata 30 hari tanpa syarat.
Kondisi Rusia untuk Perdamaian dan Reaksi Internasional
Putin tetap teguh pada kondisinya untuk mengakhiri perang. Ia mengulangi tuntutannya agar Ukraina secara resmi meninggalkan ambisi NATO dan menarik pasukannya dari seluruh wilayah empat wilayah Ukraina yang diklaim Rusia. Pejabat Rusia juga mengusulkan agar Amerika Serikat mengakui kendali Rusia atas sekitar seperlima wilayah Ukraina dan menuntut agar Ukraina tetap netral, meskipun Moskow menyatakan tidak menentang ambisi Kyiv untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Putin secara khusus menyebut rancangan kesepakatan tahun 2022 yang dinegosiasikan Rusia dan Ukraina tak lama setelah invasi Rusia pada Februari 2022. Dalam rancangan tersebut, Ukraina harus menyetujui netralitas permanen sebagai imbalan atas jaminan keamanan internasional dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB: Inggris, Cina, Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat. Putin menyalahkan Kyiv atas kegagalan negosiasi pada tahun 2022 dan menyatakan kesediaan Rusia untuk bernegosiasi tanpa syarat. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Cina, Brasil, negara-negara Afrika dan Timur Tengah, serta Amerika Serikat atas upaya mediasi mereka.
Reaksi internasional terhadap proposal Putin beragam. Mantan Presiden AS Donald Trump, yang menginginkan diakui sebagai pembawa damai, telah berulang kali menyatakan keinginannya untuk mengakhiri "pebantaian" perang Ukraina yang oleh pemerintahannya digambarkan sebagai perang proksi antara Amerika Serikat dan Rusia. Sebaliknya, mantan Presiden AS Joe Biden, para pemimpin Eropa Barat, dan Ukraina memandang invasi tersebut sebagai perebutan wilayah bergaya imperialis dan berulang kali bersumpah untuk mengalahkan pasukan Rusia.
Perspektif yang Berbeda: Konflik sebagai Titik Balik
Putin menggambarkan perang sebagai momen penting dalam hubungan Moskow dengan Barat, yang menurutnya telah mempermalukan Rusia setelah jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 dengan memperluas NATO dan mengganggu apa yang dianggapnya sebagai wilayah pengaruh Moskow, termasuk Ukraina. Perbedaan persepsi yang mendalam ini tentang akar penyebab konflik dan tujuan masing-masing pihak menjadi penghalang utama menuju penyelesaian damai. Proposal perundingan Putin, oleh karena itu, dapat diinterpretasikan sebagai upaya diplomasi atau sebagai taktik politik untuk mengkonsolidasikan posisi Rusia dan menekan Ukraina. Keberhasilannya akan sangat bergantung pada kesediaan kedua belah pihak untuk berkompromi dan mencari solusi yang menguntungkan semua pihak yang terlibat.